News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pasal 33 UUD NRI 1945

Hajat Hidup Orang Banyak Harus Didefinisikan Kembali

Penulis: FX Ismanto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

AM Putut Prabantoro selaku Keynote Speaker dalam Keynote Speaker dalam seminar nasional di Kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Selasa (4/9/2018).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fx Ismanto

TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Pemerintah harus segera mendefinisikan pengertian “hajat hidup orang banyak” seperti yang tertulis dalam Pasal 33 UUD NRI 1945. Pendefinisian ini sangat diperlukan dan memiliki nilai strategis untuk menentukan cabang-cabang produksi apa saja yang harus dikuasai oleh negara. Pendefinisian ini harus dilakukan dengan berangkat pada konteks Ketahanan Nasional. Alasannya adalah, pengertian “hajat hidup orang banyak” ketika pertama kali UUD NRI ini dibuat dan kenyataan pada saat ini sangat berbeda dan berkembang.

Demikian ditegaskan oleh Alumnus Lemhannas - PPSA XXI, AM Putut Prabantoro, penggagas Indonesia Raya Incorporated (IRI) yang hadir sebagai Keynote Speaker dalam seminar nasional di Kampus Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Selasa (4/9/2018). Seminar yang bertajuk “Pengelolaan BUMN Tambang dan Migas - Tinjauan Hukum, Manajemen dan Ekonomi”juga menghadirkan DR C Kastowo SH. M.hum, dan DR. Y. Sri Susilo SE. MSi yang keduanya dari UAJY dan DR. R Agus Trihatmoko SE. MM. MBA dari Universitas Surakarta, serta wartawan senior Ronny Sugiantoro SE. MM sebagai moderator.

AM Putut Prabantoro. (TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO)

Indonesia Raya Incorporated (IRI) adalah sistem pemerataan kemakmuran yang dicapai melalui pembangunan ekonomi nasional terintegrasi untuk melaksanakan amanat Pasal 33 UUD NRI 1945.

Pembangunan ekonomi nasional terintegrasi itu dicapai melalui “perkawinan”antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (provinsi. Kabupaten/kota dan desa) di mana sumber ekonomi itu berada serta yang mengikutsertakan pemerintah daerah seluruh Indonesia atau juga “perkawinan” antara BUMN dan BUMD ( Provinsi dan Kabupaten / Kota ) dan BUMDes di mana sumber ekonomi itu berada, serta yang melibatkan penyertaan modal dari BUMD dan BUMDes seluruh Indonesia. Sistem pemerataan kemakmuran ini untuk mengkonkretkan frasa “dikuasi negara” seperti yang dimaksud oleh Pasal 33 UUD NRI 1945.

Menurut Putut Prabantoro, pengertian “hajat hidup orang banyak” harus diaktualisasi dengan berpijak pada Ketahanan Nasional, yang merupakan syarat terciptanya Kedaulatan Negara. Di bidang ekonomi, Ketahan Nasional terwujud jika ketahanan ekonomi juga tercipta terlebih dulu dan ini harus bisa dilaksanakan bila cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta bumi, air dan kekayaan alam di dalam bumi Indonesia dikuasai oleh negara.

“Pemerintah harus mendefinisikan secara jelas pengertian itu. Karena ketika UUD dibuat, tidak dikenal namanya pulsa. Ternyata kebutuhan akan pulsa, sekarang menempati urutan atas dan penting dalam konsumsi masyarakat. Oleh karena itu, pulsa harus dimasukan dalam daftar hajat hidup orang banyak. Sebagai konsekuensinya adalah, industri telekomunikasi di Indonesia harus dimiliki negara.” tegas Putut Prabantoro.

AM Putut Prabantoro. (TRIBUNNEWS.COM/TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO)

Jika ternyata industri telekomunikasi Indonesia dimiliki serta dikuasai oleh nonNegara, dijelaskan lebih lanjut oleh mantan Penasehat Ahli Kepala BPMigas ini, pemerintah harus membeli kembali industri telekomunikasi dengan minimal menguasai 51%. Mengingat bahwa negara itu bukan hanya pemerintah pusat saja, pemerintah daerah dan pemerintah desa juga harus memiliki sumber ekonomi tersebut. Untuk pengelolaannya, industri telekomunikasi itu harus dikelola oleh institusi yang merupakan perkawinan antara BUMN dan BUMD dan BUMDes seluruh Indonesia. Bagaimana mekanisme pembagian saham atau modal itu akan dikaji oleh ahli-ahli ekonomi.

“Hal yang sama misalnya sembako, sawit, elpiji, listrik dll. Listrik selama ini kita sangat tergatung oleh kebijakan PLN. Seharusnya pemerintah daerah dan desa seluruh Indonesia seharusnya memiliki saham atas industri listrik. Oleh karena itu, jika pemerintah ingin membangun pembangkit listrik tenaga apapun, itu dilaksanakan dengan cara gotong royong, iuran seluruh pemerintah daerah dan dikelola oleh perkawinan antara BUMN, BUMD dan BUMdes. Gotong royong inilah yang menerjemahkan usaha bersama yang berdasarkan asas kekeluargaan. Hasil dari usaha bersama itu akan dinikmati oleh pemerintah seluruh Indonesia dan pengelola yang terdiri dari badan usaha-badan usaha tersebut.” tegas Putut Prabantoro.

Putut Prabantoro, yang juga pemohon judicial review atas UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN ini, mengurai lebih lanjut, bahwa untuk mempercepat pemerataan kemakmuran rakyat, pemerintah akan menjual saham industri yang menguasai “hajat hidup orang banyak” itu kepada rakyat melalui Pasar Saham IRI (Indonesia Raya Incorporated) setelah “perkawinan”antar pemerintah atau antar badan usaha terjadi.

“Kedaulatan ekonomi akan tercapai melalui sistem ini. Sehingga, berbagai persoalan mendasar seperti korupsi, ketimpangan sosial, raja kecil, tidak meratanya pembangunan antar daerah, pengangguran dll akan terselesaikan dengan cara ini mengingat sumber ekonomi dikuasai dan penggunaannya akan diawasi oleh seluruh pemerintah dan rakyat. Tujuan akhir kedaulatan negara serta Ketahanan Nasional akan tercapai,”ujarnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini