Laporan wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mengenakan seragam lengkap kepolisian, Inspektur Dua Denny Mahieu, korban ledakan bom Thamrin pada 2016 lalu berharap kepada pemerintah terkait masa depan para korban aksi terorisme.
Denny menyebutkan empat butir harapan kepada pemerintah, dua di antaranya soal kompensasi dan lapangan pekerjaan bagi mereka yang mengalami cacat fisik karena aksi terorisme.
Baca: Tak Gentar Dituntut Mati, Otak Bom Thamrin Lakukan Ini Usai Baca Pembelaan
"Untuk kompensasi, kalau bisa tidak harus melalui jalur pengadilan, dan untuk lapangan pekerjaan, biasanya yang dia akan dikeluarkan," ujarnya di Jakarta Timur, Kamis (6/9/2018).
Seperti diketahui, Idpa Denny Mahieu mendapatkan kompensasi dari pemerintah sebesar Rp132.430.000.
Dua harapan lainnya, Denny ingin agar penanganan korban saat masa kritis dan rawat jalan bisa lebih baik lagi.
Apa yang dikatakan Denny ditanggapi oleh Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai.
"Kalau tidak ada pengadilan, bagaimana mungkin korban bisa mendapatkan kompensasi? Itu kan sama saja kita memperlakukan mereka secara tidak adil," ujar Semendawai.
Sementara untuk korban terorisme yang mendapatkan kompensasi, dikatakan Semendawai, memang berbeda-beda.
"Untuk yang korban terorisme masa lalu, itu kan proses peradilan sudah berhenti," tambahnya.
Oleh karena itu, dilanjutkan Semendawai, korban terorisme masa lalu diberikan aturan khusus terkait kompensasi yang diterima.
"Meskipun tanpa pengadilan, mereka tetap dapat mengajukan kompensasi, tapi besaran kompensasinya itu akan diatur oleh Menteri Keuangan, dan sampai sekarang masih dalam proses," tambahnya.
Baca: Sebelum Dinikahkan Ahok, Bripda PND Harus Dapatkan Izin Atasan Terlebih Dahulu
Namun, terkait teknis pemberian kompensasi terorisme masa lalu, Semendawai mengatakan akan diatur lagi dalam peraturan pemerintah.
"Dan korban tindak pidana terorisme masa lalu ini hanya bisa mengajukan kompensasi maksimal tiga tahun sejak UU ini disahkan," pungkasnya.