TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Iklan hasil kinerja pemerintah dengan tema "2 Musim, 65 Bendungan" yang tayang di sejumlah bioskop di berbagai wilayah di Indonesia mendapat kritik Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI).
Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi berpendapat bahwa pemasangan iklan pemerintah di bioskop itu kurang tepat untuk dilakukan.
“Isinya kan pasti keberhasilan dan puja-puji, jadi seharusnya hal tersebut tidak dilakukan,” ujar Tulus saat dihubungi Kompas.com, Kamis (13/9/2018) pagi.
Menurut Tulus, iklan di dalam bioskop merupakan sesuatu yang wajar dan diperbolehkan tayang sebelum film dimainkan.
Baca: Iklan Capaian Kinerja Jokowi di Bioskop, Istana: Itu Bukan Kampanye
Apalagi, jika iklan itu lulus sensor dan sudah dinyatakan layak tayang. Akan tetapi, Tulus mengatakan, iklan pemerintah ini bisa dianggap sebagai sebuah propaganda yang dapat memengaruhi pikiran ataupun tindakan yang akan diambil oleh orang lain.
"Iklan politik apalagi dilakukan oleh inkumben itu bisa dianggap sebagai propaganda," kata Tulus.
Di lain pihak, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika selaku pembuat iklan, mengemukakan pemilihan bioskop sebagai media iklan didasarkan pada peningkatan jumlah penonton bioskop yang tinggi.
Diharapkan, informasi yang disampaikan pemerintah melalui iklan tersebut dapat tersampaikan kepada masyarakat luas secara efektif.
Namun, iklan pemerintah yang secara tidak langsung bermuatan politik seperti ini, menurut Tulus Abadi, justru dapat berdampak negatif dan tidak mencapai sasaran yang sebelumnya dicanangkan.
“Justru bisa kontraproduktif khususnya bagi generasi milenial, secara psikologis berdampak negatif,” kata Tulus.
Artinya, sikap antipati justru dapat timbul dari penonton bioskop yang mayoritas berasal dari kalangan muda atau milenial.
Hal itu dikarenakan tujuan mereka datang ke bioskop untuk mendapatkan hiburan, namun justru diselipi konten bermuatan politik.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "YLKI Nilai Iklan Pemerintah Berpotensi Dianggap Propaganda Politik"
Penulis : Luthfia Ayu Azanella