Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terpidana kasus korupsi KTP Elektronik, Setya Novanto (SN), menjual aset tanah di Jatiwaringin, Bekasi serta sebuah bangunan di daerah Cipete, Jakarta Selatan.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan kedua aset yang dijual Setya Novanto ditaksir memiliki nilai Rp 13 miliar.
Baca: Panitia Seleksi Tetapkan 21 Nama Calon Pimpinan LPSK
Penjualan itu nantinya dipergunakan untuk membayar uang pengganti korupsi e-KTP sebanyak US$ 7,3 juta.
"Untuk tanah dan bangunan di daerah Cipete, Jakarta Selatan akan dijual oleh keluarga SN dan uang hasil penjualan akan disetor ke rekening KPK sebagai bagian dari cicilan pembayaran uang pengganti," ujar Febri, Jakarta, Selasa (18/9/2018).
Baca: Hilangkan Ketergantungan Penggunaan Kaca Mata dan Lensa Kontak Menggunakan LASIK
Selain itu, kata Febri, Jaksa Eksekusi KPK juga diberikan kuasa untuk menerima uang ganti rugi untuk tanah yang berlokasi di Jatiwaringin terkait dengan pembebasan lahan untuk pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung yang melewati tanah milik pria yang akrab disapa Setnov itu.
Pada hari ini, Deisti Astriani Tagor selaku istri dari mantan Ketua DPR RI itu mendatangi KPK.
Kedatangannya diterima Unit Pelacakan Aset, Pengelolaan Barang Bukti, dan Eksekusi (Labuksi) KPK.
Baca: Ketika Bunga Bangkai Titan Arum Mekar Pertama Kali di Toronto Kanada
"Dalam koordinasi tersebut Deisti menyampaikan pada prinsipnya bersedia membayar seluruh uang pengganti secara bertahap," ucap Febri.
"Setelah sebelumnya KPK melakukan pemindahbukuan uang di rekening Bank Mandiri milik SN," imbuhnya.
Lebih lanjut, Febri menuturkan, pihak Setya Novanto juga menyerahkan kembali surat kuasa pemindahan buku salah satu rekening bank tersebut.
"Berikutnya akan kami lakukan pengecekan dan pemindahbukuan ke rekening KPK," pungkasnya.
Diwartakan sebelumnya, Setya Novanto divonis bersalah dan dihukum 15 tahun penjara serta denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi dalam proyek e-KTP.
Selain itu, Setnov juga diwajibkan membayar uang pengganti sebanyak US$ 7,3 juta.
Sejauh ini, dia sudah mencicil uang pengganti itu sebanyak Rp 5 miliar dan US$ 100 ribu.
Terakhir Setnov telah membayar Rp 1,1 miliar pada Kamis (13/9/2018) lalu.