News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilpres 2019

Analisis Sejumlah Pengamat Soal Peluang Dikabulkannya Gugatan Presidential Threshold oleh MK

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana luar Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) saat menggelar sidang pendahuluan tahap pertama untuk 35 perkara perselisihan hasil Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2018 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (26/7/2018). Dari 35 perkara sengketa hasil Pilkada Serentak 2018 yang disidangkan, enam perkara merupakan perkara sengketa hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur, 23 perkara merupakan sengketa hasil pemilihan bupati dan wakil bupati, dan enam perkara sengketa pemilihan wali kota dan wakil wali kota. Tribunnews/Jeprima

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seminar Terbatas Mengawal Pemilu yang Konstitusional dan Bebas Korupsi “Menggugat Ketentuan Presidential Threshold" digelar di Menara Kembar Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional (UNAS), Jakarta, Jumat (28/09/2018) lalu.

Seminar membahasa seputar Mahkamah Konstitusi (MK) yang kembali menguji ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) sebesar 20 persen.

Disebutkan, gugatan itu diajukan 12 pakar dari berbagai macam latar belakang. Penggugat menginginkan agar ketentuan soal ambang batas menjadi 0 persen alias semua partai politik bisa mengusung pasangan capres-cawapres, meski tidak punya kursi di DPR.

Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis menilai, gugatan PT itu berpotensi diterima. Hal ini, karena tidak ada alasan cukup dari segi konstitusi maupun teks menolak gugatan dan permohonan ini.

Meskipun digugat kembali untuk kedua kali, menurut dia, hal itu tidak menjadi masalah dan tidak bisa dijadikan alasan MK untuk menolak lagi.

“Bisa saja, apabila argumen gugatan digeser sedikit saja bisa jadi sah dan diterima oleh MK. Menurut saya, peluang gugatan PT sejauh ini cukup besar dikabulkan, hanya apakah mereka akan melakukan sekarang atau pada pemilu 2024 yang akan datang, itu tak menjadi soal,” kata Margarito dalam keterangan yang diterima, Sabtu (29/9/2018).

Dia menjelaskan, penerapan PT akan bertentangan dengan putusan MK yang memutuskan pemilu 2019 dilakukan secara serentak.

Menurut dia, penerapan PT tak ada hubungan dengan konsolidasi demokrasi dan pematangan pemilu.

Selain itu, di teks dan perdebatan tentang PT tidak ditemukan penyebutan angka. Justru, apabila berbicara mengenai original content atau intent of constitution drafted itu, semua menghendaki semua partai bisa mencalonkan presiden.

“Bukan pakai angka sama sekali tidak ada angka. Angka cuma akal-akalan doang. Karena itu menurut saya, MK harus berani mengambil keputusan dengan membatalkan angka itu,” tegas Margarito.

Sementara itu, Ketua Umum Majelis Sinergi Kalam Ikatan Cendikiawan Muslim (Masika-ICMI), Ferry Kurnia Rizkiyansyah, menegaskan tidak ada alasan MK untuk menolak atau tidak mengabulkan gugatan, karena bertentangan dengan semangat demokrasi yang sedang berkembang baik di Indonesia.

Dia menilai, ada tiga nilai dasar demokrasi yang akan tercederai jika PT 20 persen tersebut tetap berlaku dalam demokrasi Indonesia.

Pertama adalah hak politik. Dia menjelaskan, semua mempunyai hak yang sama dalam proses demokrasi. Kemudian partisipasi publik, betul ketika berkhidmat pada demokrasi jadi harus berpartisipasi.

"Dan yang terakhir kompetisi, jadi memang harus ada kompetisi, tidak ada demokrasi tanpa kompetisi,” kata Ferry.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini