TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang, masih berpeluang mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) DPD RI.
Pernyataan itu disampaikan oleh penasihat hukum OSO, Herman Kadir.
"Masih ada peluang sebagai calon DPD RI," ujar Herman Kadir, Jumat (12/10/2018).
KPU RI mengeluarkan surat Surat Nomor 1043/PL.01.4-SD/06/KPU/IX/2018 tertanggal 10 September 2018 perihal syarat Calon Anggota DPD berdasarkan PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan KPU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD.
Ini sebagai implikasi putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 pada 23 Juli 2018. Dalam putusannya, MK mengatur larangan bagi pengurus partai politik menjadi anggota DPD.
Oleh karena itu, KPU RI meminta OSO yang sudah ditetapkan di DCS segera melengkapi bukti surat berisi pernyataan bahwa dirinya tidak lagi menjadi pengurus parpol. Sebab jika tidak ada bukti surat tersebut, maka KPU RI tidak bisa menetapkan nama OSO ke dalam daftar calon tetap (DCT) pemilu 2019.
Menurut dia, putusan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 pada 23 Juli 2018 tidak berlaku surut. Hal ini karena tidak mungkin tahapan pemilu sudah selesai terkecuali putusannya sejak jauh hari.
"Putusan MK itu tahapan pemilu sudah berjalan itu jadi masalah. Persoalannya disitu, karena waktu sangat mepet putusan MK putus setelah tahapan pemilu selesai," kata dia.
Sebelumnya, tim penasihat hukum Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang, akan mengajukan permohonan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Upaya itu dilakukan setelah Bawaslu RI tidak mengabulkan gugatan permohonan OSO mendaftarkan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) DPD RI dari daerah pemilihan Kalimantan Barat.
"Kalau kemarin pelanggaran pemilu tak bisa diajukan ke PTUN, tetapi sengketa pemilu bisa diajukan ke PTUN," ujar penasihat hukum OSO, Herman Kadir, Jumat (12/10/2018).
Dia menjelaskan, putusan sengketa sidang adjudikasi dapat diajukan ke PTUN. Sehingga, kata dia, apabila tidak puas terhadap putusan Bawaslu RI maka masih ada upaya hukum lanjutan yang dapat ditempuh.
Adapun dasar gugatan itu berupa putusan KPU RI menyatakan OSO tidak memenuhi syarat mendaftarkan diri sebagai caleg DPD RI. Hal ini, karena OSO masih menjabat sebagai pengurus partai politik.
"Insya Allah, kami masih memungkinkan masih ada peluang di PTUN," tambahnya.
Pada Kamis (11/10/2018) malam, Bawaslu RI memutuskan menolak gugatan yang diajukan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO). Hal itu diputuskan di sidang ajudikasi yang digelar di kantor Bawaslu RI.
OSO mengajukan gugatan ke Bawaslu RI karena tidak terima terhadap keputusan KPU RI yang melarang pengurus partai politik mendaftarkan diri sebagai caleg DPD RI.
“Memutuskan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ucap Ketua Bawaslu RI, Abhan di kantor Bawaslu RI, Kamis (11/10/2018) malam.
Sebelumnya, anggota Bawaslu RI, Fritz Edward membacakan pertimbangan pembacaan putusan.
“Kesimpulan, pertama, majelis ajudikasi berwenang mengadili permohonan pemohon. Kedua, pemohon memiliki kedudukan hukum dalam mengajukan permohonan sengketa proses pemilu. Ketiga, tenggang waktu pengajuan permohonan masih dalam waktu yang ditentukan perundang-undangan. Keempat, permohonan pemohon tidak memiliki alasan hukum yang cukup untuk dikabulkan,” kata Fritz Edward.
OSO mengajukan gugatan agar bisa maju menjadi caleg DPD meski berstatus pengurus parpol, yaitu Ketum Hanura. Sesuai putusan MK nomor 30 tahun 2018, anggota partai politik dilarang merangkap jabatan sebagai anggota DPD.
Pada saat pencalonan di KPU, harus menyertakan surat pengunduran diri dari partai politik. Sementara itu, saat mendaftar ke KPU, OSO belum menyertakan surat pengunduran diri sebagai pengurus parpol.