TRIBUNNEWS.COM, PALU - Wajah Rustam (49) terlihat murung. Warga Desa Lere Kecamatan Palu Barat, Sulawesi Tengah ini baru saja pulang mengecek rumahnya yang telah luluh lantak diterjang gempa dan tsunami pada 28 September lalu.
Saat itu, Ia mengira gempa yang terjadi, tidak disusul dengan tsunami.
"Tapi itu pas lihat kearah pantai Talise, air surut dulu, selang 2 menit itu air tinggi terjang kami," ujar Rustam.
Kini dua pekan sudah, Rustam bersama istri dan kedua anaknya yang masih kecil mengungsi di halaman Universitas Islam Al-Khairaat Palu.
Rustam yang tinggal bersama ratusan pengungsi lainnya mengaku sudah bosan tinggal di pengungsian.
"Saya pusing, terus tunggu bantuan, bantuan itu cepat sekali habis sebetulnya," ujar Rustam.
Tidak hanya bosan, Rustam mengatakan lelah tinggal di pengungsian, pria yang kesehariannnya bekerja sebagai nelayan ini juga mengaku stres karena tidak memiliki modal untuk melaut kembali.
Baca: Polisi Tidak Akan Tebang Pilih Dalam Pelaksanaan E-Tilang
Menurut Rustam tsunami saat itu tidak hanya menghancurkan tempat tinggalnya, tetapi merusakan kapal, serta jaring ikan miliknya.
"Air kencang sekali, cepat, kapal tidak selamat, dua jaring hilang sudah," ujar Rustam.
Tangis Rustam pun tak terbendung kala kembali mengingat peristiwa pilu itu.
Kini Rustam berharap, pemerintah dapat memberikan modal usaha agar dirinya dapat kembali melaut.
"Kami butuh modal untuk usaha kembali, kami ingin bangkit, tidak melulu di pengungsian, dan ngandelin bantuan," ucap Rustam.