Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik, Ray Rangkuti, menilai potensi kecurangan dapat dimulai di tempat pemungutan suara (TPS).
"Tren sekarang, bibit kecurangan berada di lingkungan TPS, karena banyak faksi. Ada faksi partai, faksi caleg, kami tidak bisa hitung berapa faksi ini," kata Ray dalam diskusi 'Tolak Dana Saksi Pemilu Ditanggung APBN' di kantor Formappi, Kamis (18/10/2018).
Baca: Menteri Agraria dan Tata Ruang: Akhir Pemerintahan Jokowi 23 Juta Warga Terima Sertifikat Tanah
Untuk itu, kata dia, diperlukan pengawasan mulai dari tingkat TPS.
Namun, dia tidak menyetujui pemerintah mengeluarkan dana guna membiayai saksi dari partai politik.
"Negara harus mengeluarkan uang suatu kegiatan tak ada dasar hukum. Kewajiban saksi dari parpol itu tak ada di UU. Parpol boleh mengadakan saksi, boleh juga tidak, tidak wajib," kata dia.
"Kok tiba-tiba dibiayai negara, itu dari mana logikanya? Coba cek UU pemilu, di situ disebut saksi bukan perangkat sah," tambahnya.
Baca: Sandiaga Uno Ucapkan Terima Kasih Kepada Susi Pudjiastuti
Apabila melihat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, kata dia, untuk mengawasi TPS hanya petugas dari Bawaslu yang diwajibkan atau saat ini disebut pengawas lapangan.
"Itu saja sebetulnya, artinya parpol boleh membawa saksi, boleh menihilkan. Karena itu, kami bisa mengerti, maka negara wajib mengadakan dana untuk petugas dari Bawaslu," katanya.