TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan teguran kepada Direktur Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Fahmi Idris, terkait persoalan defisit keuangan yang dialami BPJS.
Bagaimana tanggapan Fahri Idris atas teguran Jokowi?
Saat dihubungi lewat sambungan telepon dan pesan singkat, Kamis (18/10/2018) pagi, Fahmi justru meminta Kompas.com untuk mewawancarai Kepala Humas BPJS M Iqbal Anas Ma'ruf.
Fahmi melalui ajudannya turut mengirimkan nomor telepon Iqbal untuk keperluan wawancara.
"Ya, itu kan Pak Dirut kebetulan lagi OTW (dalam perjalanan) sih Pak. Kalau memang anu, cukup dengan saya saja, sebagai kepala humas," kata Iqbal saat mengawali percakapan telepon dengan kompas.com.
Baca: Presiden Jokowi Tegur Dirut BPJS Kesehatan soal Defisit hingga Utang ke Rumah Sakit
Iqbal lalu menjawab pertanyaan seputar teguran yang disampaikan Presiden Jokowi.
Ia memastikan, BPJS memperhatikan teguran yang disampaikan Jokowi kemarin.
"Konteksnya kan bagian dari upaya beliau untuk agar BPJS kesehatan dan stakeholder terkait lebih serius menangani problem yang terjadi dalam JKN," kata Iqbal.
Menurut Iqbal, program jaminan kesehatan yang dijalankan BPJS Kesehatan selama empat tahun terakhir, sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.
Oleh karena itu, Presiden memberi perhatian lebih mengenai defisit yang ada di BPJS.
"Itu memacu semangat kita untuk bekerja lebih baik. Karena penyelesaian ini tak bisa kita selesaikan sendirian, jadi bersama-sama dengan kementerian lembaga untuk atasi permasalahan ini," ujar Iqbal.
Baca: Tegur Menteri Kesehatan dan Dirut BPJS, Presiden Jokowi : Ini Kebangetan Sebetulnya
Iqbal memastikan, perbaikan sistem akan dilakukan.
Misalnya, dengan menata hal-hal yang berkaitan dengan sistem rujukan, hingga mengendalikan biaya pelayanan kesehatan yang tidak efisien.
"Kita melihat dari sisi positifnya ya kaitan dengan pidato Presiden dan berharap ini bisa menjadi pelecut semangat kita untuk perbaiki sistem yang ada," kata dia.
Iqbal menambahkan, sebenarnya pihaknya sudah melaporkan ke Presiden mengenai iuran peserta BPJS yang belum memenuhi ekspektasi.
Namun, pemerintah memutuskan untuk tidak menaikkan iuran.
Sebagai solusi sementara, pemerintah memutuskan memberi suntikan dana ke BPJS sebesar Rp 4,9 Trilun.
"Opsi untuk penyesuaian iuran, karena memang dengan pertimbangan kondisi masyarakat masih berat mungkin, sehingga pemerintah ambil opsi terbaik, untuk mengambil suntikan dana," kata Iqbal.
Baca: Panja BPJS Ketenagakerjaan Tinjau kepesertaan BPJS Ketengakerjaan di Prov Sumbar
Iqbal mengakui suntikan dana sebesar Rp 4,9 Triliun dari pemerintah sebenarnya masih kurang untuk menutup defisit BPJS.
Sejak awal, jumlah yang diajukan BPJS lebih besar dari itu.
"Rp 4,9 Triliun itu sebenarnya waktu RDP sudah kita sampaikan, bahwa kebutuhan hari itu Rp 7,05 Triliun. Tetapi memang dari BPKP untuk menyuntik sekitar Rp 4,9 Trilun dulu katanya," ucap Iqbal.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menegur Dirut BPJS Fahmi Idris karena permasalahan defisit anggaran.
Teguran disampaikan Presiden dihadapan para pimpinan rumah sakit saat membuka Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di JCC, Senayan, Rabu (17/10/2018).
"Harus kita putus tambah Rp 4,9 Triliun (untuk defisit BPJS). Ini masih kurang lagi. 'Pak masih kurang. Kebutuhan bukan Rp 4,9 Triliun'. Lah kok enak banget ini, kalau kurang minta, kalau kurang minta," kata Jokowi.