TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Politisi Partai Nasdem Okky Asokawati mengaku memahami pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait persoalan yang terjadi di BPJS Kesehatan.
Pernyataan tersebut, menurutnya sebagai dorongan Presiden agar manajemen BPJS Kesehatan dapat melakukan pembenahan dan perbaikan sistem di internal.
"Tidak tepat juga tudingan Presiden tidak peduli atas persoalan yang terjadi di BPJS Kesehatan. Presiden dengan kewenangan menerbitkan Perpres 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Politik hukum Perpres tersebut jelas tentang instrumen negara yang memiliki keberpihkan atas persoalan kesehatan warga negara," ungkap Okky, Jumat (19/10/2018).
Dalam ketentuan baru tersebut, lanjut Okky menunjukkan keberpihakan negara terhadap kesehatan warga negara.
Antara lain, norma tentang kewajiban Pemda untuk mendukung Jaminan Kesehatan. Baik melalui peningkatan pencapaian kepesertaan, kepatuhan pembayaran iuran, peningkatan pelayanan kesehatan.
Termasuk soal kontribusi pajak rokok yang menjadi bagian hak Pemkab/Pemprov sebagaimana tertuang di Pasal 99 ayat (6) Perpres 82/2018 dengan pemotongan 75% dari realisasi 50% penerimaan pajak yang menjadi hak Pemkab/Pemprov. Atas dasar Perpres ini pula, Pemerintah menambal kekurangan dana BPJS Kesehatan.
Presiden Joko Widodo sebelumnya menegur BPJS terkait permasalahan defisit anggaran.Teguran disampaikan Presiden dihadapan para pimpinan rumah sakit saat membuka Kongres Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) di JCC, Senayan, Rabu (17/10) lalu.
"Harus kita putus tambah Rp 4,9 Triliun (untuk defisit BPJS). Ini masih kurang lagi. 'Pak masih kurang. Kebutuhan bukan Rp 4,9 Triliun'. Lah kok enak banget ini, kalau kurang minta, kalau kurang minta," kata Jokowi.
Jokowi meminta BPJS segera memperbaiki sistem manajemen yang ada. Jokowi mengakui, menyelenggarakan jaminan kesehatan di negara yang besar seperti Indonesia tidak mudah.
Namun, jika sistem dibangun secara benar, Jokowi meyakini BPJS bisa terhindar dari defisit keuangan.
Okky menjelakan kembali, persoalan yang terjadi di BPJS Kesehatan ini sebenarnya telah terprediksi sejak program ini muncul yakni tentang jebolnya anggaran yang dipicu penghitungan aktuaria (harga keekonomian iuran JKN-KIS) tak berbanding lurus dengan pengeluaran.
Padahal, menurut DJSN, sambungnya untuk kelas di kisaran angka 35 ribu - 40 ribu, sedangkan peserta hanya membayar iuran 25 ribu. Situasi ini dapat dijadikan materi edukasi ke publik.