“Tahukah anda, ini artinya ada mafia bermain. Buktinya banyak kasus dan hingga kini sudah 409 tersangka diproses pada Satgas Polri,” tegasnya.
“Pengamat pro impor mesti bertanggung jawab dunia dan akhirat atas statemennya menganjurkan impor. Amal jariah dipertanggungjawabkan di akhirat, begitu juga dosa jariah penganjur impor dipertanggungjawabkan di akhirat kelak,” sambung dia.
Sementara itu, Ketua PBNU sekaligus guru besar Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada (UGM) Mochammad Maksum Machfoedz mengatakan situasi produksi cenderung surplus dan besaran konsumsi rutin normal, namun di lapangan justru harga beras melonjak.
“Ini ada semacam tekanan politik yang dibuat agar impor beras dilakukan. Ada yang memanfaatkan situasi. Jangan sampai negara kalah dengan para pemburu rente. Harus bisa ditangkap dan diberi sanksi,” katanya.
Sebelumnya Khudori, pengamat ekonomi dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) mengatakan tingginya disparitas harga beras picu impor. Importir menghembuskan gejolak harga beras dalam negeri dan sejumlah faktor lain turut memicu gejolak harga tiap tahunnya.
“Penyelundupan beras untuk memanfaatkan disparitas harga masih terjadi dan ditemukan kasusnya di Batam, namun volumenya kini tidak signifikan. Disparitas harga ini perlu dihilangkan untuk meminimalkan peluang penyalahgunaan pihak tertentu,” katanya.
Perlu diketahui juga, beberapa pihak waktu kemarin, seperti pengamat Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menyoroti surplus yang tipis sehingga perlu impor beras pada awal 2019. Hal ini diperkuat dengan temannya di Indef Rusli Abdullah yang mengatakan perlu pembenahan tata niaga dan mendata titik titik stock.
Hal yang sama pengamat Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Assyifa Szami Ilham juga mengatakan perlunya impor beras pada awal 2019.(*)