TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid XVI, yakni perluasan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Tax Holiday). Kedua, Relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI). Ketiga, Peningkatan Devisa Hasil Ekspor (DHE) Hasil Sumber Daya Alam.
Namun Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Bahlil Lahadalia, menghimbau agar pemerintah meninjau kembali paket kebjakan tersebut khususnya mengenai relaksasi Daftar Negatif Investasi.
“Pertama paket kebijakan ekonomi ke XVI ada tiga, Tax Holiday, peningkatan Devisa Hasil Exspor (DHE), dan penarikan 54 item Daftar Negatif Investasi. Untuk Tax Holiday dan DHE, Hipmi setuju. Tapi untuk penarikan Daftar Negatif Investasi apa pun alasanya, Hipmi tidak setuju,” ujar Bahlil di Jakarta, Selasa (20/11/2018).
Bahlil menjelaskan, pertama bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), itu adalah pahlawan terakhir yang menjaga perekonomian nasional, dan itu terbukti pada tahun 1998 ketika krisis ekonomi melanda, yang menyelamatkan ekonomi Indonesia itu adalah UMKM,
“UMKM pahlawan terakhir bagi perekonomian Nasional,” urai Bahlil yang juga Pendiri dan Ketua Dewan Pembina Relawan Pengusaha Muda Nasional Pendukung Jokowi-Maruf Amin (Repnas).
Lanjut Bahlil, kedua, Hipmi menilai bahwa Kementerian teknis yang membuat keputusan itu tidak sejalan dengan arah kebijakan Presiden Jokowi. Sebab menurut Bahlil, Presiden Joko Widodo pro terhadap UMKM.
Ia meyakini Presiden Joko Widodo punya keberpihakan pada UMKM. “Jadi para pejabat, oknum-oknum pejabat itu, jangan melakukan sesuatu yang pada akhirnya orang mengangap bahwa pak Jokowi lah yang salah,” terang Bahlil
Bahlil mencurigai, Kementerian terkait tidak berkoordinasi dengan Presiden Joko Widodo sebelum mengeluarkan pengumuman masalah 54 daftar negatif investasi.
“Artinya apa, dari apa yang dilakukan oleh Kementrian teknis itu bertentangan dan mungkin menurut saya, saya mencurigai hal ini dilakukan tanpa koordinasi teknis khusus bagian DNI ini dengan pak Presiden. Ini menurut kecurigaan saya, sehingga menurut saya hal ini perlu dicabut,” tegas Bahlil.
Ia mencontohkan bukti keberpihakan Presiden Joko Widodo terhadap UMKM adalah pemerintah telah menurunkan bunga dari 22 persen menjadi 7 persen, membuat Kredit Usaha Rakyat (KUR) tanpa agunan dari 5 juta meningkat menjadi 25 juta.
Selain itu, Presiden Jokowi juga membuat tarif pajak dari 1 persen menjadi 0,5 persen bagi UMKM.
“Pak Jokowi itu sangat pro UMKM jadi sangat tidak mungkin kemudian kebijakan DNI itu pak Jokowi tau, pasti tidak tau,” ulas Bahlil.
Kemudian yang ketiga menurut Bahlil, Negara harus hadir untuk mengayomi para UMKM dari serangan investor asing. Hipmi merasa terpanggil, sebab anggota Hipmi itu 98 persen UMKM.
“Saya inikan pernah UMKM, kalau yang lain ngomong UMKM saya gak tau meraka pernah UMKM atau gak, kalau saya pernah bekerja dengan omzet 60 juta, saya pernah merasakan itu, pada tahun 2002-2003. Jadi sekali lagi Hipmi menghimbau agar segera mencabut poin kebjiakan paket 16 pada daftar negatif investasi,” pungkas Bahlil.