TRIBUNNEWS.COM – Potensi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia sebenarnya sangat menjanjikan. Banyak pelaku UMKM ini yang memiliki produk kreatif dan tak jarang pula yang inovatif.
Apalagi, kontribusi UMKM dalam perekonomian Indonesia sangat signifikan. Bahkan, Direktur Jenderal Pajak (DJP) Robert Pakpahan mengatakan kalau UMKM sudah menjadi tulang punggung perekonomian negara.
“UMKM menjadi tulang punggung perekonomian. Ini karena UMKM merepresentasikan 98,8 persen unit usaha yang ada di ekonomi," kata Robert seperti dimuat Kontan.co.id Rabu (10/10/2018).
Lebih lanjut Robert juga menjelaskan bahwa penyerapan tenaga kerja di UMKM juga terhitung tinggi, yaitu mencapai 96,99 persen dari total tenaga kerja. Sektor ini juga menyumbang 60,3 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional.
Hal senada diutarakan Ketua Umum DPP Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI), Suryani Motik. Dilansir dari Kompas.com, Rabu (10/7/2018), Suryani mengatakan kalau UMKM bisa membantu pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi nasional.
Menurutnya, ini terjadi karena UMKM yang tersebar di seluruh penjuru negeri dan menguasai sekitar 99 persen aktivitas bisnis dengan lebih dari 98 persen berstatus usaha mikro.
Lebih lanjut Suryani juga menjelaskan kalau kuatnya UMKM dalam membangun perekonomian nasional adalah karena keunggulannya beberapa faktor, yaitu kemampuan fokus yang spesifik, fleksibilitas nasional, biaya rendah, dan kecepatan inovasi.
Kesulitan UMKM
Soal Penilaian Harian Beserta Kunci Jawaban Mapel Informatika Kelas 10 SMA/MA Materi Sistem Komputer
Latihan Soal & Jawaban PKN Kelas 1 SD Bab 2 Semester 1 Kurikulum Merdeka, Aku Anak yang Patuh Aturan
Di balik semua keunggulan dan kontribusinya pada perekonomian negara ini, potensi UMKM sebenarnya masih bisa terus dikembangkan. Namun sayangnya, selama ini, pelaku UMKM masih menghadapi permasalahan terkait modal.
Faktanya, di lapangan masih banyak ditemukan pelaku UMKM yang tidak mendapatkan akses pembiayaan bank untuk mengembangkan usahanya. Hal ini karena mereka dianggap tidak memenuhi persyaratan perbankan.
Data Kementerian Koperasi dan UKM sampai akhir tahun 2015 menyebutkan, jumlah UMKM yang tidak mendapat pembiayaan bank melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebesar 71,5 persen atau sekitar 44,2 juta UMKM. Sementara yang sudah mendapat pinjaman dari perbankan hanya 28,5 persen dari 61,6 juta UMKM.
Tak heran kalau banyak dari mereka akhirnya mencari pinjaman dari sumber informal. Dilansir dari Kompas.com, Senin (14/11/2018), sebanyak 43 persen UMKM lokal mencari pinjaman ke sumber informal, seperti rentenir dan sejenisnya.
Kondisi ini sebenarnya sangat merugikan pelaku UMKM, karena biaya bunga yang dikenakan cukup tinggi dan terkadang mereka tidak mampu membayar. Alhasil, banyak usaha mereka yang terancam tutup dan terjerat hutang.
Pembiayaan Ultra Mikro
Melihat permasalahan ini, pemerintah pun segera mengambil tindakan dengan meluncurkan Pembiayaan Ultra Mikro (UMi) yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
APBN sendiri adalah #UangKita, yaitu uang rakyat Indonesia yang digunakan sebesar-besarnya demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Pembiayaan dengan maksimal pinjaman Rp 10 juta ini ditujukan untuk pelaku usaha mikro yang berada di lapisan terbawah dan belum mendapat fasilitas perbankan.
Dengan memperoleh UMi diharapkan mereka bisa mandiri berusaha dan naik kelas. Arti naik kelas berarti usaha mereka berkembang terus dan meningkatkan aset, sehingga bisa mendapatkan KUR karena dianggap memenuhi syarat perbankan.
Syarat untuk mendapatkan UMi ini sangat mudah. Hanya tinggal menyerahkan fotocopy KTP dan KK, setelah itu tinggal menunggu tim survey datang untuk menilai kelayakan. Tapi ada catatannya. KTP yang menjadi syarat pengajuan UMi ini harus e-KTP dengan NIK elektronik atau Surat Keterangan NIK seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 22 Tahun 2017.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang UMKM peminjam harus memiliki nilai kekayaan bersih maksimal Rp 50 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), dan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta.
Walau tergolong program baru, yang baru dirilis 2017 lalu, Pembiayaan UMi ini sudah disalurkan ke pelosok nusantara per Juli 2018. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, sudah Rp 2,5 miliar yang digelontorkan untuk program ini. Total ada 404.829 debitur yang mendapatkan kucuran dana tersebut.
Dilansir dari kompas.com, ada tiga pelaku UMKM yang sudah menikmati manfaat program pembiayaan UMi ini. Mereka adalah Siti Khadijah, Yuyun, dan Nini Komalasari.
Ketiga ibu rumah tangga ini merasakan betul manfaat Pembiayaan UMi dalam memajukan usaha mereka. Simak kisah lengkap ketiga pelaku UMKM ini di sajian Visual Interaktif Kompas (VIP) yang berjudul “Uang Kita Berdayakan Mereka.”