Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam sidang perkara dugaan suap proyek PLTU Riau-1, Selasa (11/12/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta, diketahui PT Samantaka dua kali berkirim surat ke PLN agar mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
Ini diawali dari majelis hakim yang bertanya pada saksi Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso soal permohonan ke PLN.
"Apa saksi tahu, PT Samantaka pernah mengajukan permohonan ke PLN? ," tanya majelis hakim. Lanjut Supangkat Iwan mengaku tahu soal permohonan itu.
"Iya saya mengetahui, ada dua kali permohonan usulkan proyek PLTU Riau-1. Pertama awal 2015 dan akhir 2015," jawab Supangkat Iwan.
Baca: Kasus Suap PLTU Riau-1, KPK Periksa Seorang Saksi untuk Idrus Marham
Dalam dakwaan terdakwa Johanes Budisutrisno Kotjo, pemegang saham BNR, dimana salah satu anak perusahaan BNR adalah PT Samantaka Batubara, yang bergerak di bidang pertambangan Batubara, disebut surat tersebut tidak langsung direspon oleh PLN.
Bahkan menurut saksi Direktur Utama PT Samantaka Batubara, AM Rudi Herlambang di sidang sebelumnya, karena tidak kunjung ada respon dari PLN. Akhirnya Mei 2016 Rudi menghadap ke Kotjo untuk mendapatkan masukan.
Ketika itu masih menurut Rudi Herlambang, Kotjo berujar,"yang teknis kamu yang urus, yang nonteknis aku yang urus dengan caraku."
Rudi mengaku tidak tahu upaya nonteknis apa yang dilakukan Kotjo untuk meloloskan proyek PLTU Riau-1 ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN.
Sampai akhirnya proyek PLTU Riau-1 memang masuk ke RUPTL hingga dibuatlan konsorsium untuk mengerjakan proyek tersebut antara PT PJBI, CHEC Ltd dan BNR dan pihak penyedia batubara untuk proyek tersebut adalah PT Samantaka Batubara.
Dalam keterangannya, Kotjo mengakui meminta bantuan pada Setya Novanto. Lalu Setya Novanto mengenalkan Kotjo dengan terdakwa Eni Maulani Saragih.
Eni juga mengenalkan Kotjo pada Sofyan Basir hingga dilakukanlah sejumlah pertemuan untuk merealisasikan PLTU Riau-1.
Dalam perkara ini, Eni Maulani Saragih didakwa menerima suap sebesar Rp4,7 miliar secara bertahap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Uang tersebut diduga berkaitan dengan proyek pembangunan mulut tambang PLTU Riau-1.
Selain itu, Eni juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp5.600.000.000 dan SGD40.000 dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas.