Laporan Wartawan Tribunnews.com Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam persidangan perkara dugaan suap PLTU Riau-1 dengan terdakwa Eni Maulani Saragih, Setya Novanto membantah meminta jatah proyek pada Direktur Utama PLN (Persero), Sofyan Basir.
Ini diawali dari jaksa KPK yang bertanya soal kehadiran Sofyan Basir dan seorang direktur PLN yang lain, Supangkat Iwan serta terdakwa Eni ke kediaman Setya Novanto di Jakarta Selatan.
Setya Novanto menyatakan peristiwa itu diawali dari pertemuan dia dengan Sofyan Basir di Istana Negara hingga berlanjut ada pertemuan di rumahnya.
Baca: Maia Estianty Disebut Hamil, Kata Rekan Irwan Mussry Hingga Pengakuan Ahmad Dhani Soal Mulan Jameela
"Saya ketemu Pak Sofyan di istana, dia bicara soal kemajuan mengenai masalah listrik. Kan target pemerintah 35 ribu megawatt. Saya tanya kok baru 12 ribu megawatt itu kenapa? Apa terlambat. Pak Sofyan Basir bilang nanti kalau ada waktu akan menjelaskan ke saya," papar Setya Novanto, Selasa (18/12/2018) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Baca: Rusaknya Baliho Caleg PDIP, Hinca Panjaitan: Kesannya Dipaksakan, Dimunculkan untuk Perimbangan
Sampai akhirnya Setya Novanto dikabari oleh ajudannya akan ada direksi PLN yang hadir. Dalam pertemuan itu, menurut Setya Novanto, sama sekali tidak membahas soal PLTU Riau-1.
Baca: JK Janjikan Pertamina Akan Turunkan Harga BBM Non-Subsidi
Lanjut jaksa bertanya apakah di kesempatan itu, Setya Novanto meminta proyek pada Sofyan Basir? Pasalnya dalam kesaksian di persidangan, Sofyan Basir mengungkap Setya Novanto sempat meminta proyek namun Sofyan Basir menjelaskan sudah tidak bisa karena proyek akan dikerjakan oleh PLN sendiri.
"Tidak, saya tidak ada minta proyek. Saya hanya tanyakan apa pekerjaan yang diputus. Menurut beliau (Sofyan Basir) karena akan dikerjakan sendiri oleh PLN. Saya tidak minta proyek," paparnya.
Dalam perkara ini, Eni Maulani Saragih didakwa menerima suap sebesar Rp4,7 miliar secara bertahap dari pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budisutrisno Kotjo. Uang tersebut diduga berkaitan dengan proyek pembangunan mulut tambang PLTU Riau-1.
Selain itu, Eni juga didakwa menerima gratifikasi berupa uang sebesar Rp5.600.000.000 dan SGD40.000 dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas.