TRIBUNNEWS.COM- Ketua Tim Tanggap Darurat di Pos Pantau Gunung Anak Krakatau, Kushendratno mengaku mendapatkan pengalaman yang cukup berkesan selama bertugas memantau aktivitas vulkanik Anak Krakatau.
Selama 12 tahun bekerja di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, baru kali ini diminta untuk memantau gunung yang menurutnya memiliki keunikan tersendiri.
"Dari seluruh gunung berapi di Indonesia, ini paling unik menurut saya," jelas Kushendratno saat berbincang dengan Tribunnews.com di Pos Pantau Anak Krakatau, Carita, Banten, Sabtu (29/12/2018).
Jelas dia, selama bertugas untuk melakukan pemantauan di berbagai gunung berapi di Indonesia, hanya Gunung Anak Krakatau yang dipantau dari jarak yang sangat jauh.
Setidaknya, beberapa gunung yang masih aktif, jarak pantau hanya 10 kilometer dari pos pantau. Sementara di Anak Krakatau, pemantauan berjarak 42 kilometer.
"Jadi, baru gunung ini juga yang bisa membuat kita tidak bisa menyeberang dari satu pulau ke pulau lain. he-he-he," ucapnya seraya tertawa kecil.
Baca: Akibat erupsi, tinggi Gunung Anak Krakatau berkurang 228 meter
Apakah selama bertugas di Gunung Anak Krakatau, ada kesulitan yang dirasakan Kushendratno?
"Kami didukung alat-alat untuk merekam gempa. Jadi, aktivitas gunung, bisa kami lihat juga dari rekaman yang setiap saat terus berjalan. Kami juga bisa melihat pemantauan langsung meski jauh. Ini susah sebenarnya, tapi Alhamdulillah dia (Gunung Anak Krakatau) kalau aktif itu meletus, jadi kelihatan," jelasnya.
Kushendratno pun menjawab pertanyaan soal karakter pembeda dari Anak Krakatau dengan gunung berapi lainnya sepengetahuan bapak?
Baca: Sebelum Pasang Buoy, BPPT Sudah Lakukan Pemetaan Area Anak Gunung Krakatau
"Letusan tipe Sutseyan ini yang paling baru, gunung yang memiliki kawah yang berada dekat dengan air laut, sehingga yang memicu bukan hanya magma yang di dalam kawah, tetapi juga air laut, ini baru menurut saya. Hanya di Gunung Krakatau juga yang kita punya visual bagus saat meletus," jelasnya lagi.
Karena keunikan inilah, pihaknya terus melakukan pengamatan selama 24 jam tanpa henti.
Kushendratn mengatakan dirinya dibantu tiga orang pengamat gunung bergantian.
"Saya juga biasa tidur jam 12 malam, minimal itu jam 11 malam. Kemarin ini lagi sibuk-sibuknya, saya bisa tidur jam 2 pagi. He-he-he. Jadi, kalau jam 12 malam itu, aktivitas di sini masih ramai lah," pungkasnya.
======================