TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menggelar sidang kasus suap proyek pengadaan PLTU Riau-1 yang menjerat terdakwa mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.
Pada Selasa (22/1/2019) ini, sidang beragenda pemeriksaan saksi. Tiga saksi dihadirkan ke persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Ketiga saksi tersebut, yaitu keponakan terdakwa Eni Maulani Saragih, Tahta Maharaya, staf dari Johannes Budisutrisno Kotjo pemilik PT Blackgold Natural Resource, Audrey Ratna, dan Plt Dirut Samantaka Batubara, Suwarno.
Idrus Marham mengaku tidak pernah mengikuti rapat atau pertemuan membahas proyek pengadaan PLTU Riau-1. Hal ini juga diungkapkan oleh Suwarno di persidangan tersebut.
"Memang betul pernyataan Suwarno. Saya tidak pernah sedikitpun ikut-ikut dalam rapat terkait dengan PLTU Riau-1," kata Idrus, ditemui setelah persidangan, Selasa (22/1/2019).
Baca: Perkembangan Menyedihkan Pencarian Pesawat Hilang Pemain Anyar Cardiff City Emiliano Sala
Di persidangan itu, politisi Partai Golkar itu mengungkapkan sering dimintai pinjaman uang oleh Eni Saragih.
Idrus dimintai tolong Eni meminjam uang dari Johannes Budisutrisno Kotjo, selaku salah satu pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited.
"Memang betul ibu Eni pernah meminjam uang dari saya," kata dia.
Dia meminta semua pihak agar mengikuti jalannya persidangan. Sebab, dia menegaskan akan memberikan keterangan terkait keterlibatannya di dalam kasus tersebut.
"Jadi nanti saja, nanti Ibu Eni menjadi saksi," tambahnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Idrus Marham bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Johanes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd (BNR, Ltd). Uang itu diberikan untuk proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Dalam surat dakwaan itu, JPU pada KPK menyebut pemberian uang itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Rencananya, proyek akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Semula, Kotjo melalui Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU.
Tetapi, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, akhirnya Kotjo menemui Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto. Lalu, Kotjo meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN.
Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi VII DPR, yang membidangi energi.
Selama perjalanan kasus ini, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir. Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.
Di dalam surat dakwaan disebutkan, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham. Idrus saat itu mengisi jabatan ketua umum Golkar, karena Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP.
JPU pada KPK menduga Idrus berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar. Idrus disebut meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
Atas perbuatan itu, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.