TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam penanganan kasus dugaan suap terkait proyek-proyek di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Sumatera Utara Tahun Anggaran 2018, satu tersangkanya masih buron.
Tersangka itu adalah Umar Ritonga. KPK sudah menetapkan status Umar sebagai DPO (Daftar Pencarian Orang) sejak Selasa, 24 Juli 2018 silam.
Hingga kini, keberadaan dari orang kepercayaan Bupati nonaktif Labuhanbatu Pangonal Harahap itu masih belum diketahui.
Lembaga antikorupsi pun mengimbau masyarakat yang mengetahui keberadaan Umar agar segera menghubungi Call Center 198 KPK
"Jika masyarakat memiliki Informasi keberadaan Umar Ritonga, kami harap dapat segera menghubung KPK di Call Center 198 atau kantor kepolisian setempat," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Kamis (31/1/2019).
Baca: Bantah Jadi Penyebab Cerai Ahok & Veronica Tan, Fifi Lety Justru Ungkap Kesaksiannya di Singapura
Cerita Melarikan Diri
Saat KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Selasa (17/7/2018) di Kabupaten Labuhanbatu, Sumatra Utara, tim penindakan tidak berhasil mengamankan barang bukti uang sebesar Rp500 juta karena dibawa kabur Umar Ritonga.
Selain melarikan diri saat akan ditangkap, ternyata Umar Ritonga juga sempat menabrak tim penindakan KPK.
Kebetulan saat itu Umar baru saja keluar dari sebuah bank untuk mengambil uang suap tersebut.
Umar Ritonga sebelumnya mengambil uang sebesar Rp576 juta yang dititipkan di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Sumatera Utara oleh Effendy Sahputra yang akan diberikan kepada Bupati Pangonal.
Effendy diduga mengeluarkan cek sebesar Rp576 juta dan menghubungi pegawai BPD Sumut untuk mencairkan cek tersebut.
Baca: Gelar Rapim, Panglima TNI Sebut Ada Tiga Tantangan Pada Tahun Ini
Effendy mengatakan kepada pegawai BPD Sumut bahwa nantinya uang itu akan diambil oleh Umar.
Pada Selasa (17/7/2018) sore, Umar mendatangi BPD Sumut dan bertemu orang kepercayaan Effendy bernama Afrizal Tanjung selaku Direktur PT Peduli Bangsa.
Afrizal Tanjung sebelumnya mencairkan cek senilai Rp576 juta.
Dari uang tersebut, Afrizal Tanjung mengambil Rp16 juta untuk dirinya sendiri serta Rp61 juta ditransfer ke Effendy.
Kemudian, sisanya yakni Rp500 juta disimpan dalam tas kresek dan dititipkan kepada petugas bank.
Sekira pukul 18.15 WIB dihari yang sama, Umar datang ke bank dan mengambil uang tersebut pada petugas bank.
Pada saat itulah tim penindakan KPK hendak menangkap Umar namun tak berhasil.
Saat itu kondisi hujan dan sempat terjadi kejar-kejaran antara mobil tim KPK dan Umar.
Lantaran tidak berhasil mengejar Umar yang diduga berpindah-pindah lokasi, tim akhirnya memutuskan untuk mencari pihak lain yang harus segera diamankan.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Bupati nonaktif Labuhanbatu Pangonal Harahap bersama orang kepercayaannya, Umar Ritonga dan Tamrin Ritonga, serta pemilik PT Binivan Konstruksi Abadi Effendy Sahputra alias Asiong sebagai tersangka.
KPK menduga ada pemberian uang dari Asiong kepada Pangonal terkait proyek-proyek di lingkungan Kabupaten Labuhanbatu tahun anggaran 2018.
Ada bukti transaksi sebesar Rp500 juta didapat KPK ketika mereka di OTT. Uang itu diduga merupakan bagian dari pemenuhan permintaan Pangonal yang berjumlah sekira Rp3 miliar.
Uang itu diberikan Asiong ke Pangonal melalui Umar Ritonga dan orang kepercayaannya, Afrizal Tanjung dari pencairan dana pembayaran proyek pembangunan RSUD Rantau Prapat.
Belakangan, KPK mendapatkan temuan baru bahwa ada penerimaan lain yang diterima Pangonal dari sejumlah proyek di lingkungan Pemkab Labuhanbatu sebanyak Rp46 miliar selama periode 2016-2018.