TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Akademi Kepolisian (Akpol) pemberhentian 13 taruna atau mahasiswanya atas kasus yang sudah mengendap dua tahun, penganiyaan yang menewaskan taruna tingkat II bernama Muhammad Adam pada 2017 silam.
Adalah Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Kalemdiklat) Polri –-membawahkan lembaga pendidikan Polri termasuk Akpol-- Komjen Pol Arief Sulistyanto sosok penting di balik pemecatan di antaranya dua anak jenderal.
Masalah penanganan penyidik KPK Novel Baswedan, kasus hoaks Ratna Sarumpaet pun diulas blak-blakan dalam wawancara eksklusif Tribun Network dengan mantan Kabareskrim tersebut, di ruang kerjanya, Lemdikpol, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten, Rabu (13/2/2019) siang.
Tanya: Kasus penganiayaan oleh senior Akpol yang menewaskan taruna tingkat II bernama Muhammad Adam terjadi dua tahun lalu, pada 18 Mei 2017. Mengapa baru, Senin (11/2) lalu tindakan pemberhentian diambil pihak Akpol?
Jawab: Ke-13 taruna itu sudah terpidana statusnya, dan keputusan menjadi perwira ada di tangan presiden. Seandainya sampai presiden menandatangani (kelulusan perwira, red), itu bahaya.
Baca: Keluarga Minta Polisi Lacak CCTV Ungkap Kasus Pembunuhan Fitri Suryati
Jadi ini jadi momentum bagi saya sebagai Kalemdiklat Polri serta memberikan warning kepada para taruna, yang menurut saya, Akpol itu awal dari pembentukan perwira Polri di masa depan.
Seperti tercantum dalam pasal 21 ayat 1 huruf G UU nomor 2 tahun 2002, bahwa untuk diangkat menjadi anggota Polri itu tidak boleh melakukan tindak pidana yang sudah berkekuatan hukum tetap.
Selanjutnya harus memberikan efek deterensi. Ini (kekerasan) sudah bertahun-tahun dilarang, tapi kok terjadi lagi terjadi lagi? Harus ada efek deteren. Maka saya sampaikan yang jelas dasar hukum yang paling kita jadikan pedoman digelar sidang dewan akademik.
Apakah ini salah satu terobosan anda setelah pindah dari Kabareskrim ke Lemdiklat?
Dua minggu yang lalu, sejak 22 Januari 2019, saya dilantik sebagai Kalemdiklat, saya kemudian melaporkan masalah ini pada Kapolri. Dengan adanya kejadian ini, pasti ada efek jika tidak dilakukan kepastian hukum.
Apa efeknya? Pertama kehidupan taruna itu sendiri. Ini sudah melakukan pemukulan, sampai meninggal dunia, kok masih seolah-olah masih ditoleransi.
Baca: Seusai Digugat Cerai, Gading Marten Kembali ke Rumah Pertama: Balik ke Rumah Bapak, Malunya Double
Kedua, sebelum kejadian ini tentu ada kejadian-kejadian lain yang serupa.
Ketiga ini sudah keputusan kasasi, tentu ini ada upaya hukum yang luar biasa yang bisa dilakukan para taruna itu, yaitu Peninjauan Kembali.
Tetapi PK itu tidak menghalangi pelaksanaan ekeskusi putusan pengadilan.
Maka saya laporkan kepada Pak Kapolri saat baru dua hari jadi kalemdiklat, salah satu yakni soal 14 taruna (1 taruna pelaku utama telah lebih dahulu diberhentikan) ini, harus segera ditindaklanjuti supaya ada kepastian hukum.
Saya mohon izin ke kapolri untuk selesaikan masalah ini, karena Ini tidak baik buat akademi kepolisian. Institusi akan jaga pinpinan, seandainya keputusan yg saya ambil kemudian berdampak, biarlah dampak itu kepada saya.