TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) beberapa proyek penyedia air minum dalam suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terus melakukan pengembalian uang kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sampai saat ini, total sebanyak 37 PPK mengembalikan uang terkait suap proyek pembangunan SPAM Kementerian PUPR.
"Terkait pengembalian uang, jumlah pihak yang mengembalikan terus bertambah. Sampai saat ini 37 orang PPK yang memegang proyek SPAM di sejumlah daerah telah mengembalikan uang secara bertahap ke KPK dengan nilai total Rp14,8 miliar dan 128.500 dolar AS dan 28.100 dolar Singapura," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (20/2/2019).
KPK, sambung Febri, sangat menghargai pengembalian uang tersebut.
Baca: Paket Proyek di Dinas PUPR Lampung Selatan Jadi Bancakan LSM dan Wartawan
Saat ini sejumlah uang tersebut telah disita dan dimasukan dalam berkas penanganan perkara yang sedang berjalan.
"KPK menghargai pengembalian uang ini," ujarnya.
Febri menambahkan, KPK menduga masih ada penerimaan lain yang diterima pejabat di Kempupera terkait lebih dari 37 proyek air minum yang tersebar di sejumlah daerah.
KPK memastikan akan terus mendalami indikasi aliran dan terkait proyek-proyek air minum ini.
"KPK terus mendalami indikasi suap terkait proyek-proyek air minum ini," kata Febri.
KPK menduga masih ada penerimaan oleh pejabat Kempupera terkait proyek-proyek ini.
Untuk itu, KPK mengimbau para pejabat Kempupera lain untuk mengembalikan uang yang pernah diterima terkait kasus suap ini.
"Kami imbau agar pihak lain yang pernah menerima uang terkait kasus ini dapat bersikap koperatif mengembalikan uang ke KPK," imbaunya.
Dalam kasus dugaan suap terkait sejumlah proyek pembangunan SPAM di Kementerian PUPR tahun anggaran 2017-2018, KPK menetapkan 8 orang tersangka di antaranya 4 petinggi perusahaan diduga sebagai pihak pemberi suap yakni Direktur Utama (Dirut) PT Wijaya Kesuma Emindo (PT WKE) Budi Suharto (BSU), Direktur PT WKE Lily sundarsih (LSU), Direktur PT Tashida Sejahtera Perkasa (PT TSP) Irene Irma (IIR), dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo (YUL).
Kemudian, 4 orang pejabat Kementerian PUPR yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap di antaranya Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Strategis atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung Anggiat Partunggul Nahot Simaremare (ARE), PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah (MWR), Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar (TMN), dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin (DSA).
Anggiat, Meina, Teuku, dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan pembangunan SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3 Pasuran, Lampung, Toba 1 dan Katulampa. Kemudian, 2 proyek lainnya adalah pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng).
Adapun rinciannya yakni Anggiat menerima Rp350 juta dan 5.000 dolar Amerika untuk pembangunan SPAM Lampung serta Rp500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur. Meina menerima Rp1,42 miliar dan 22.100 dolar Singapura untuk pembangunan Katulampa.
Adapun tersangka Teuku Moch Nazar diduga menerima Rp2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah. Tersangka Donny Sofyan Arifin sejumlah Rp170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1.
Atas uang tersebut, lelang diatur untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama. PT WKE diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp50 miliar dan PT TSP untuk nilai di bawahnya.
Adapun selama tahun 2017-2018 kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp429 miliar. Adapun proyek terbesar adalah pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung senilai Rp210 miliar.
PT WKE dan PT TSP diinta memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek. Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk kepala satker dan 3 persen untuk PPK. Pada praktiknya, kedua perusahaan ini diminta meberikan sejumlah uang pada proses lelang dan sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek.