TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pihak menyebut program-program yang dicetuskan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) seperti pengadaan Surat Izin Mengemudi (SIM) seumur hidup, penghapusan pajak kendaraan bermotor, dan penghapusan pajak penghasilan di bawah Rp 8 juta per bulan tak masuk akal.
Sekretaris Bidang Ekuintek DPP PKS, Handi Risza menantang pihak-pihak yang meragukan program-program PKS.
“Boleh saja menilai seperti itu, silakan dibuktikan kalau tak rasional, harusnya mereka juga memberi solusi nyata untuk membalas program kami,” ungkap Handi di Kantor DPP PKS di Jakarta Selatan, Kamis (21/2/2019).
Handi Risza mengatakan kebijakan seperti penghapusan pajak kendaraan bermotor dan pajak penghasilan di bawah Rp 8 juta per bulan dicetuskan PKS untuk meningkatkan daya beli masyarakat.
Handi mengatakan program ini akan menguntungkan masyarakat produktif Indonesia yang kini sedang menapaki awal karirnya.
Baca: AHY dan Hatta Sambut Kedatangan Jokowi di National University Hospital Singapura
Apalagi menurutnya segmen masyarakat tersebut mendominasi jumlah penduduk Indonesia yang tengah mengalami bonus demografi.
“Kebijakan ini kami cetuskan melihat menurunnya daya beli masyarakat di tengah laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang jauh dari target pemerintah, dan program pembebasan pajak harusnya diberikan kepada segmen masyarakat terbesar di Indonesia, bukan hanya kepada masyarakat berpendapatan besar yang selama ini dimanjakan pemerintah Indonesia melalui kebijakan seperti tax holiday, tax amnesty, dan lain-lain,” ungkapnya ditemui di Kantor DPP PKS, Jaksel, Kamis (21/2/2019).
Handi mengatakan pembebasan pajak penghasilan di bawah Rp 8 juta hanya berdampak kecil bagi pendapatan negara dari pajak.
“Menurut perhitungan kami ada sekitar 49 juta jumlah pekerja di Indonesia, kami sudah perkirakan yang akan terdampak sekitar 15 juta pekerja, dan menurut perhitungan pajak dalam PPH Pasal 21 satu pekerja berpenghasilan Rp 8 juta hanya akan kena pajak Rp 1,6 juta per tahun, jika dijumlahkan total PPH yang hilang dalam setahun adalah Rp 25 Triliun per tahun,” jelasnya.
“Jumlah itu hanya sekitar 1-1,5 persen dari total penerimaan pajak penghasilan,” imbuhnya.
Lebih lanjut Handi menyatakan jumlah penghasilan yang dibebaskan itu bisa digunakan oleh yang bersangkutan dalam kegiatan ekonomi lainnya yang bisa memberi pemasukan bagi negara.
“Jumlah pendapatan yang dibebaskan itu bisa digunakan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, mendorong keluarga muda dan pekerja awal untuk membeli rumah atau berinvestasi di bidang lain,” pungkasnya.
Sebelumnya sejumlah pihak seperti mantan politikus PKS, Fahri Hamzah mengkritik program PKS itu karena bisa memicu kemacetan di jalan.