Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua LPSK Livia Istania D F Iskandar mengatakan pihaknya menyambut baik hadirnya Rancangan Undang-Undang Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Ia menilai, ada sejumlah pasal dalam RUU tersebut dapat membantu tugas LPSK dalam menangani saksi dan korban kasus kekerasan seksual.
Pertama, pasal 43 dalan draft DPR dan pasal 20 Daftar Inventaris Masalah (DIM) Pemerintah terkait kualifikasi penyelidik, penyidik, dan hakim yang dituntut memiliki pengetahuan dan keahlian tentang penanganan korban yang berperspektif Hak Asasi Manusia serta telah mengikuti pelatihan terkait penanganan perkara.
Baca: Kementerian PPPA Jelaskan Soal Bentuk Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang Berkurang
Hal itu diungkapkannya saat diskusi terkait RUU PKS yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di Lantai GF, Kementerian PPPA, Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 15, Jakarta Pusat pada Jumat (22/2/2019).
"Ada beberapa kemajuan menurut saya. Misalnya kualifikasi penegak hukum. Penyidik, penuntut umum dan hakim, harus punya syarat punya pengetahuan dan keahlian untuk menangani kekerasan seksual," kata Livia
Menurutnya, pasal tersebut dapat membantu agar para penyidik, penyelidik, dan hakim tidak bertanya terkait hal-hal yang malah membuat stres korban.
"Ada di pasal 43 draft DPR dan pasal 20 DIM Pemerintah. Itu akan sangat membantu, sehingga hakim tidak akan bertanya hal-hal yang malah membuat stres si korban," kata Livia.
Baca: The Jak Mania Minta Persija Kembalikan Trofi Liga 1 2018 Jika Terbukti Terlibat Pengaturan Skor
Selanjutnya, ia juga menyambut baik pasal 44 di draft DPR dan pasal 21 di DIM Pemerintah terkait tambahan alat bukti yang digunakan dalam pemeriksaan pada setiap tahapan perkara kekerasan seksual.
"Kemudian alat bukti, menurut saya juga sangat baik. Ada alat bukti surat keterangan psikolog klinis atau dokter spesialis kedokteran jiwa di pasal 44 draft DPR pasal 21 di DIM pemerintah. Saya kira ini juga baik karena korban juga diperiksa secara psikologis dan diberikan surat keterangan," kata Livia.
Selain itu, ia juga menyambut baik pasal 34 di draft DPR terkait hak yang diperoleh dan digunakan saksi dalam proses peradilan pidana
"Ada juga pemeriksaan dalam proses penyidikan. Pasal 34 draft DPR. Itu juga akan sangat membantu sehingga ketika saksi tidak dapat hadir karena merasa terancam bisa dilakukan di ruang lain atau bahkan tidak di satu tempat yang sama dengan pengadilan itu misalnya," kata Livia.
Namun pemerintah meminta pasal itu dihapus dalam DIM yang sudah diajukan ke DPR.
Sebelumnya, RUU PKS tersebut telah menimbulkan pro dan kontra di masyarakat dan juga menimbulkan reaksi berupa sikap penolakan dari DPP Partai Keadilan Sejahtera.