TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menunda sidang beragenda pemeriksaan terdakwa, Idrus Marham.
Semula sidang dijadwalkan digelar, pada Jumat (1/3/2019).
"Untuk pemeriksaan saudara saya tunda tanggal Selasa 12 Maret 2019. Ya begitu ya. Pemeriksaan saudara saya tunda hari Selasa 12 maret," kata Yanto, ketua majelis hakim perkara kasus suap proyek PLTU Riau-1 yang menjerat Idrus Marham, pada Jumat (1/3/2019).
Pada Jumat ini, terdapat dua sidang kasus suap proyek PLTU Riau-1.
Sidang perdana beragenda pembacaan putusan terdakwa Eni Maulani Saragih. Sedangkan, sidang kedua pemeriksaan terdakwa Idrus Marham.
Baca: Ini Alasan Hakim Tolak Permohonan JC Eni Saragih
Semula, sidang dijadwalkan pukul 10.00 WIB. Namun, sidang baru dimulai pukul 13.00, karena Idrus baru dihadirkan ke persidangan.
Sehingga, sidang tidak dapat dilanjutkan karena Yatno, selaku ketua majelis hakim berhalangan.
"Tapi karena sampai jam 11 setengah 12 jumatan belum hadir, sehingga ini sudah jam 2, untuk sidang saya hari tidak bisa sampai malem karena besok pagi saya ada dinas ke Amerika, jadi jam pesawat saya jam 4," kata Yanto.
Setelah mendengarkan majelis hakim menunda persidangan, Idrus Marham memaklumi.
"Baik yang mulia," kata mantan Sekjen Partai Golkar tersebut.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK mendakwa Idrus Marham bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Johanes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd (BNR, Ltd). Uang itu diberikan untuk proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
Dalam surat dakwaan itu, JPU pada KPK menyebut pemberian uang itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Rencananya, proyek akan dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
Semula, Kotjo melalui Rudy Herlambang selaku Direktur PT Samantaka Batubara mengajukan permohonan dalam bentuk IPP kepada PT PLN Persero terkait rencana pembangunan PLTU.
Tetapi, karena tidak ada kelanjutan dari PLN, akhirnya Kotjo menemui Ketua DPR RI sekaligus Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto.
Lalu, Kotjo meminta bantuan Novanto agar dapat dipertemukan dengan pihak PLN.
Kemudian, Novanto mempertemukan Kotjo dengan Eni yang merupakan anggota Fraksi Golkar yang duduk di Komisi VII DPR, yang membidangi energi.
Selama perjalanan kasus ini, Eni beberapa kali mengadakan pertemuan antara Kotjo dan pihak-pihak terkait, termasuk Direktur Utama PLN Sofyan Basir.
Hal itu dilakukan Eni untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU.
Di dalam surat dakwaan disebutkan, penyerahan uang dari Kotjo kepada Eni atas sepengetahuan Idrus Marham.
Idrus saat itu mengisi jabatan ketua umum Golkar, karena Setya Novanto tersangkut kasus korupsi pengadaan e-KTP.
JPU pada KPK menduga Idrus berperan atas pemberian uang dari Kotjo yang digunakan untuk membiayai musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar.
Idrus disebut meminta agar Kotjo membantu keperluan pendanaan suami Eni Maulani saat mengikuti pemilihan kepala daerah.
Atas perbuatan itu, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.