News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

OTT KPK di Aceh

Cerita Irwandi Yusuf, Lolos dari Penjara Hingga Jadi Gubernur Aceh Pasca Perdamaian

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kasus dugaan suap Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) 2018 Irwandi Yusuf menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (4/3/2019). Sidang Gubernur Aceh nonaktif itu beragenda mendengarkan keterangan saksi ahli yang dihadirkan penasehat hukum terdakwa. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam nonaktif, Irwandi Yusuf, mengungkapkan perjalanan hidupnya.

Dia menceritakannya pada saat sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (18/3/2019).

Pria berusia 58 tahun itu memulai karier menjadi dosen di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, pada 1989. Dia mendapatkan kesempatan memperoleh beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S-2 di College of Veterinary Medicine State University, Universitas Oregon, Amerika Serikat.

"Sejak, saya masuk FKH tahun 79. Selesai tahun 87 dan tahun 89, saya mendapat tugas belajar ke Amerika dan saya tamat di Amrik tahun 93. Pulang lagi ke Almet dan mengajar," kata Irwandi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Senin (18/3/2019).

Semasa muda, Irwandi mengaku terlibat di Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dia mengungkapkan mengenai konflik berujung peperangan antara GAM dengan pemerintah Republik Indonesia.

Bahkan, Aceh sempat menjadi Daerah Operasi Militer (DOM) pada paruh akhir 1980-an sampai dengan penghujung 1990-an.

"Waktu, saya berangkat baru mulai DOM. Di mana-mana tergeletak mayat di jalan. Dan waktu saya pulang juga masih dalam keadaan mencekam," ujarnya.

Keterlibatan Irwandi di organisasi separatis itu membuatnya harus berurusan dengan proses hukum. Tercatat, dia pernah menjabat sebagai staf khusus Komando Pusat Tentara GAM. Pada 17 Mei 2003, dia ditangkap di DKI Jakarta. Dia dihukum pidana penjara selama 9 tahun atas dugaan Makar.

Baca: Naikkan Elektabilitas Jokowi-Maruf di Kabupaten Bekasi, Jubir PSI Boyong Denny Siregar

Namun, kata dia, baru 19 bulan menjalani hukuman, terjadi bencana alam berupa tsunami di Aceh. Tsunami ini meluluhlantakkan Bumi Serambi Mekah.

"Baru 19 bulan penjara diterjang tsunami dan saya seorang dari 40 orang yang selamat. Meninggal kira-kira 240 orang," kata dia.

Setelah lolos dari penjara, dia berupaya melarikan diri. Selama pelarian, dia sempat mengubah identitas dan alamat tempat tinggal. Dia mendapatkan kartu tanda penduduk (KTP), di mana sebelumnya tidak mempunyai identitas.

Dia sempat mengunjungi seorang rekan di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin. Setelah menemui rekan itu, dia bermaksud untuk bepergian ke luar negeri. Setelah berhasil tiba di luar negeri, dia mencoba mengkomunikasikan dengan pemerintah Indonesia mengenai rencana perdamaian.

Akhirnya, pada Agustus 2005, terjadi kesepakatan damai antara GAM dengan Indonesia. Terjadi juga serah terima 840 pucuk senjata api.

Irwandi mengklaim sebagai salah seorang yang berjasa dalam perundingan tersebut.

"Yang hadir ke Helsinki dari Aceh cuma saya. Setelah berhasil saya pulang untuk memimpin perundingan di Aceh," ungkapnya.

Setelah perjanjian damai dengan Indonesia terwujud, terjadi perubahan kepemimpinan di Aceh. Melalui pemilihan kepala daerah (pilkada), Irwandi Yusuf dan Muhammad Nazar terpilih sebagai gubernur periode 2007-2012.

Semula, Irwandi tidak menginginkan menjadi orang nomor 1 di Aceh. Bahkan, dia mengaku, sempat melarikan diri ke luar negeri untuk menghindari tanggungjawab tersebut.

"Saya belum berniat mencalonkan diri, tetapi dari hasil konferensi antara lain mencari calon gubernur 3 hari. Saya hari ketiga lari, karena tak mau dicalonkan. Akhirnya dapat calonnya," tambahnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini