TRIBUNNEWS.COM - Hubungan diplomatik Indonesia dan Australia sering diwarnai dengan ketegangan.
Tentu masih segar dalam ingatan kita bagaimana Presiden ke-6 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono disadap oleh pihak intelijen Australia segala percakapannya.
Namun tensi ketegangan paling tinggi ialah di saat lepasnya Timor-Timur dari pangkuan Indonesia tahun 1999.
Semuanya bermula dari mendaratnya pasukan PBB pimpinan Australia dan Selandia Baru, Interfet di bumi Lorosae.
Karena takut adanya ancaman berbahaya saat mendaratnya pasukan Interfet di Timor-Timur, maka Australia juga ancang-ancang untuk mengamankan pendaratan itu dengan tekanan politis juga militer.
Yakni merencanakan serangan ke ibukota Indonesia, Jakarta pada September 1999.
Mengutip The Telegraph, kejadian ini diungkapkan oleh seorang analis pertahanan asal Selandia Baru, David Dickens dari direktur Pusat Studi Strategis di Universitas Victoria, Wellington.
Unsur yang akan menyerang Jakarta direncanakan akan dilaksanakan menggunakan pesawat tempur pembom F-111 Aardvark milik RAAF.
Bahkan Dickens berujar kapal perang RAN Australia juga disiagakan dalam kondisi siap tempur melawan TNI AL.