TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penyidik KPK memeriksa 14 anggota DPRD Provinsi Jambi dalam penyidikan kasus dugaan suap ketuk palu pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2017 dan 2018.
"Setelah kemarin melakukan pemeriksaan terhadap delapan orang anggota DPRD Provinsi Jambi, hari ini diagendakan pemeriksaan terhadap 14 orang saksi untuk 13 tersangka yang sudah ditetapkan sebelumnya," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Rabu (20/3/2019).
14 anggota DPRD Jambi itu antara lain, Fahrozi, Muntalia, Sainudin, Eka Marlina, Hasyim Ayub, Salim Ismail, dan Agus Rahma. Selanjutnya, Wiwid Iswara, Syofian, Arahmad Eka P, Suprianto, Masnah Busro, Jamaludin, dan Edmon.
"Pemeriksaan dilakukan di Mapolda Jambi mulai pagi hingga sore nanti," kata Febri.
Baca: Ke Sumatera Selatan, KPK Ajak Polda dan Kejati Cegah Korupsi
Sebelumnya, Selasa (19/3) kemarin KPK telah memeriksa delapan anggota DPRD Provinsi Jambi lainnya.
Saat itu, mereka dikonfirmasi soal aliran dana dalam penyidikan kasus dugaan suap ketuk palu pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2017 dan 2018.
KPK pun mengingatkan agar para saksi bersikap kooperatif.
"Jika ada saksi-saksi yang pernah menerima uang sebelumnya terkait perkara ini, maka akan lebih baik jika uang tersebut dikembalikan pada KPK sebagai bagian dari bentuk sikap kooperatif terhadap proses hukum," kata Febri.
Dalam perkara suap penetapan APBD Jambi tahun anggaran 2017 dan 2018 KPK telah menetapkan 13 orang tersangka, 12 orang di antaranya adalah anggota DPRD Jambi.
13 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka antara lain:
Unsur Pimpinan DPRD Provinsi Jambi
1. Cornelis Buston Ketua DPRD
2. AR. Syahbandar Wakil Ketua DPRD
3. Chumaidi Zaidi Wakil Ketua DPRD
Pimpinan Fraksi
4. Sufardi Nurzain Fraksi Golkar
5. Cekman Fraksi Restorasi Nurani
6. Tadjudin Hasan Fraksi PKB
7. Parlagutan Nasution Fraksi PPP
8. Muhammadiyah Fraksi Gerindra
Pimpinan Komisi
9. Zainal Abidin Ketua Komisi IlI
Anggota DPRD Provinsi Jambi
10. Elhelwi Anggota DPRD
11. Gusrizal Anggota DPRD
12. Effendi Hatta Anggota DPRD
13. Jeo Fandy Yoesman alias Asiang swasta
Diketahui, para pimpinan DPRD berperan meminta, menagih, dan melakukan pertemuan untuk membicarakan uang 'ketuk palu' pengesahan RAPBD.
Mereka juga diduga meminta jatah proyek serta menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp600juta untuk masing-masing pimpinan.
Sementara para pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi.
Selain itu mereka pun membahas dan menagih uang ketuk palu, menerima uang untuk jatah fraksi sekitar Rp400 juta hingga Rp700 juta untuk setiap fraksi.
Tak hanya itu para pimpinan komisi dan pimpinan fraksi juga menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100 juta, Rp140 juta, atau Rp200 juta.
Sementara para anggota DPRD Jambi diduga mempertanyakan apakah ada uang ketuk palu, dan mengikuti pembahasan di fraksi masing-masing, serta menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp200 juta per orang.
Total untuk penetapan APBD Jambi 2017 terdapat uang ketuk palu sebesar Rp12,94 miliar. Sementara untuk penetapan APBD Jambi 2018 terdapat uang ketuk palu sebesar Rp3,4 miliar.
Diduga total pemberian suap ketuk palu untuk pengesahan RAPBD tahun anggaran 2017 dan 2018 adalah Rp16,34 miliar.
Sementara itu, Jeo Fandy Yusman disebut memberi pinjaman sebesar Rp5 miliar kepada seorang staf mantan Gubernur Jambi Zumi Zola yang bernama Arfan.
Sebagian uang itu kemudian digunakan untuk uang ketuk palu penetapan APBD 2018. Uang Rp5 miliar itu dianggap sebagai fee proyek di lingkungan Pemprov Jambi.
Atas perbuatan itu, mereka disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.