TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Strategi menyerang yang dilakukan calon presiden-wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto- Sandiaga Uno, dinilai efektif menggerogoti suara Joko Widodo - KH Maruf Amin di basisnya.
Survei Litbang Kompas terbaru menunjukkan, elektabilitas Jokowi-Amin menurun di basis suara mereka jika dibandingkan survei Oktober 2018.
Di Jawa Tengah (Jateng)- DI Yogyakarta, elektabilitas Jokowi - Maruf Amin turun 13,8 persen.
Pada Survei Kompas bulan Oktober 2018, suara Jokowi -Maruf Amin masih mencapai 75,4 persen dan Prabowo - Sandiaga Uno 12,6 persen.
Namun pada Survei Maret 2019, suara Jokowi - Maruf Amin turun menjadi 61,6 persen dan suara Prabowo - Sandiaga Uno naik menjadi 18,4 persen. Serta yang belum memutuskan suaranya sebesar 20 persen.
Baca: Jokowi Tanggapi Survei Terbaru Litbang Kompas
Di Jawa Timur (Jatim) suara Jokowi - Maruf Amin turun sebesar 12,5 persen.
Pada Survei Oktober 2018, perolehan suara Jokowi - Maruf Amin 69,6 persen dan Prabowo - Sandiaga Uno 18,8 persen.
Namun pada survei Kompas Maret 2019, suara Jokowi-Amin turun menjadi 57,1 persen dan Prabowo - Sandiaga Uno naik menjadi 27,8 persen.
Di Maluku-Papua penurunan suara Jokowi - Maruf Amin sebesar 10,6 persen.
Pada survei Kompas OKtober 2018, Jokowi-Maruf Amin memperoleh suara sebesar 70,0 persen dan Prabowo - Sandiaga Uno 25,0 persen.
Baca: Diperlihatkan Foto Artis Indonesia, Bule Jerman: Lucinta Luna Manis Banget, Syahrini Banyak Palsu
Sedangkan pada survei Kompas pada Maret 2019, suara Jokowi - Maruf Amin turun menjadi 59,4 persen. Suara Prabowo-Sandiaga Uno naik menjadi 31,3 persen.
Meski tipis, hal serupa juga terjadi pada Prabowo-Sandi.
Elektabilitas Prabowo - Sandiaga Uno turun 2,5 persen di Banten-Jawa Barat (Jabar).
Di Jawa Barat -Banten, pada survei Kompas Oktober 2018, suara Prabowo -Sandiaga Uno 50,2 persen dan Jokowi -Maruf Amin 39,3 persen.
Namun pada survei Maret 2019, suara Prabowo - Sandiaga Uno menjadi 47,7 persen dan suara Jokowi - Maruf Amin mencapai 42,1 persen.
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, menilai, pada kampanye rapat umum, kedua kubu cenderung akan menerapkan strategi berbeda.
Jokowi-Amin akan lebih fokus mengamankan basis utama mereka karena ada penurunan cukup besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sementara itu, Prabowo-Sandi tetap akan bergerak ke basis lawan.
”Penurunan Prabowo -Sandiaga Uno tidak sebesar penurunan Jokowi-Amin di basisnya sehingga Prabowo-Sandi akan terus berekspansi di luar basis,” katanya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Arya melihat strategi yang diterapkan kedua kubu untuk menyerang basis lawan sebenarnya sudah berjalan cukup efektif.
Hanya saja, muncul anomali bahwa basis mereka juga turut digerogoti, terutama bagi kubu Jokowi-Amin.
”Jokowi-Maruf Amin sadar bahwa Jawa Barat -Banten tidak mudah direbut sehingga sumber daya banyak dikerahkan, hal sama dilakukan oleh Prabowo-Sandi di Jateng dan Jatim,” katanya.
Menurut Arya, masyarakat yang belum mengekspos pilihan sebesar 13,4 persen bisa dijadikan peluang bagi kedua kubu.
Bisa jadi, mereka adalah kelompok pemilih yang masih menunggu gagasan dan inovasi dari setiap capres dan cawapres.
”Inovasi tersebut yang akan banyak memengaruhi pemilih dari kelompok 13,4 persen tersebut,” kata Arya.
Swing voters
Direktur Eksekutif Para Syndicate Ari Nurcahyo memandang, strategi saling masuk ke basis masing-masing semakin memperkuat pemilih loyal di kalangan bawah.
Adapun penurunan elektabilitas di basis Jokowi- Maruf Amin terjadi karena faktor swing and undecided voters yang cenderung berpindah ke kubu Prabowo-Sandi.
Mereka lebih banyak terpengaruh oleh narasi-narasi di media sosial.
”Saya tidak melihat strategi itu mampu menggerus pemilih fanatik masing-masing. Sejauh ini sepertinya hanya menyasar swing voters,” ungkapnya.
Ari juga mengaitkan penurunan tersebut dengan tingkat pendidikan masyarakat.
Baca: Dahnil: Melihat Tren Survei Kompas, Kepastian Prabowo Menang di Depan Mata
Para swing voters ternyata lebih banyak berasal dari kaum terdidik.
Hal ini terjadi karena mereka lebih sering terpapar informasi dari media sosial.
”Dari petahana selalu memainkan narasi keberhasilan kinerja, sedangkan penantang melakukan negasi. Hal ini ditangkap oleh masyarakat yang kritis,” kata Ari.
Menjelang kampanye rapat umum, gaya kampanye dari setiap kubu dinilai Ari cukup menentukan.
Situasi kampanye tersebut akan cukup memanas sehingga pesan-pesan simpatik dari kedua kubu cukup menyedot perhatian masyarakat.
”Seperti debat ketiga, suasananya sejuk dan damai. Gaya simpatik tersebut malah justru bisa menarik perhatian pemilih daripada yang profokatif,” ujar Ari. (Harian Kompas/ Fajar Ramadhan)