TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Ulama Indonesia (MUI) berharap masyarakat tidak lagi meneriakkan istilah "kecebong" maupun " kampret" sebagai perbedaan pilihan politik dalam ruang publik seperti majelis taklim.
"Saya melihat istilah-istilah yang tidak baik itu tidak perlu dipertahankan atau diteruskan karena itu menyalahi 'ahlakul karimah'," kata Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri MUI Muhyidin Junaidi menjawab pertanyaan media yang ditemui di Jakarta, Senin (25/3/2019).
Menurut Muhyidin, pendukung masing-masing kubu politik tidak perlu memberi predikat tertentu kepada pihak yang memiliki perbedaan pandangan politik dengannya.
Baca: Politikus PAN Yakin Undecided Voters Pilih Prabowo-Sandi
Dalam masa pesta demokrasi saat ini, masyarakat kerap menjuluki dua panggilan bagi masing-masing pendukung pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Istilah "kecebong" kerap diarahkan kepada pendukung pasangan calon nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin, sedangkan "kampret" kerap diarahkan kepada pendukung pasangan calon nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
"Kalau kita tidak senang kepada pihak tertentu, ya sudah, tidak usah kita kasih predikat 'kecebong', 'kampret', dan lain sebagainya. Itu tidak terpuji," kata Muhyidin.
Baca: Selain Religius, Jokowi Sebut Masyarakat Kabupaten Jember Kreatif
Muhyidin menegaskan bahwa perbedaan pilihan politik jangan sampai menjadikan bangsa Indonesia terpecah belah.
Ia juga mengajak umat Muslim untuk memanfaatkan hak pilihnya dalam pemilu, 17 April 2019.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MUI Minta Masyarakat Stop Pakai Istilah "Cebong" dan "Kampret"