Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam nonaktif, Irwandi Yusuf, menilai proses hukum terhadap dirinya bermuatan politis.
Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu memang tidak menjelaskan mengenai unsur politis.
Dia mengklaim, akan mengungkapkan pada saat sidang beragenda pembacaan nota pembelaan atau pleidoi yang digelar pada Senin (1/4/2019).
"Jadi, sayang sekali ada muatan politik. Tidak muncul di persidangan, nanti di pledoi saya munculkan," kata Irwandi Yusuf, ditemui setelah persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (25/3/2019) malam.
Irwandi Yusuf merasa ada beberapa pihak yang tidak menyukai keberhasilan dirinya sebagai gubernur.
Padahal, selama menjabat sebagai gubernur, Irwandi Yusuf mengklaim, telah berupaya membawa kemajuan untuk "Bumi Serambi Mekah".
Selain itu, kata Irwandi Yusuf, ada oknum merasa terancam terhadap keberadannya, karena pernah berlatar belakang mantan tokoh GAM.
"Jadi yang tak terlihat umum, saya pemimpin Aceh latar belakang GAM dan periode pertama sukses. Bahkan memberi contoh pemerintahan nasional, lalu di periode ini saya munculkan program-program hebat. Kalau dibiarkan saya sukses, tetapi latar belakang GAM, itu mereka khawatirkan," tambah Irwandi Yusuf.
Baca: Sang Istri Tak Menyangka Wahyu Jayadi Malam Itu Tidak Pulang karena Habis Membunuh Siti Zulaika
Dalam pertimbangannya, JPU pada KPK menyebut perbuatan Irwandi telah mencederai tata birokrasi pemerintahan yang bersih.
Selain itu, Irwandi dinilai tidak menyesali perbuatan.
Sedangkan, JPU pada KPK mempertimbangkan upaya Irwandi Yusuf selama proses perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan pemerintah Indonesia.
Pemberian uang diberikan agar Irwandi dalam kapasitas sebagai gubernur mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Provinsi Aceh memberikan persetujuan terkait usulan Bupati Bener Meriah, Ahmadi.
Sedangkan, Irwandi Yusuf juga diproses hukum karena menerima gratifikasi Rp 41,7 miliar dari sejumlah pengusaha.
Pemberian uang itu diterima selama menjabat Gubernur Aceh periode 2007-2012 dan periode 2017-2018.
Pada saat membacakan tuntutan, JPU pada KPK juga menuntut orang kepercayaan Irwandi, Teuku Saiful Bahri.
Saiful Bahri dituntut enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.
Selain itu, Hendi Yuzal, staf Irwandi juga dituntut selama lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.
"Ketiga terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara berlanjut dan bersama-sama," kata JPU pada KPK.