“Untuk membangun jalan ini, pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan PTPN, memberi karet dari petani dengan harga di atas 9 ribu per kg,” ucap Kasdi.
Sementara untuk jangka panjang Kementan berusaha meningkatkan produktivitas perkebunan melalui program replanting. Saat ini Ditjen Perkebunan tengah menyiapkan bibit unggul tanaman perkebunan melalui program BUN 500, yaitu penyiapan 500 juta batang benih unggul perkebunan dalam 5 tahun ke depan.
Kasdi juga menjelaskan program replanting dilaksanakan secara selektif, tidak untuk semua kebun karet, tapi juga mempertimbangkan luas karet secara nasional, termasuk untu tanaman pangan dan hortikultura, agar harga karet tetap tinggi.
Pihak Kementerian Pertanian juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri agar penggunaan karet sebagai campuran aspal jalan, tidak hanya digunakan pada jalan nasional, tapi jalan provinsi dan kabupaten.
“Kalau jalan nasional hanya 47 ribu km, kalau termasuk jalan provinsi dan kabupaten panjangnya kan mencapai 540 ribu km, tentu akan lebih banyak lagi karet yang terserap," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Bupati Sarolangun, Cek Endra menyambut baik bantuan dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Bantuan yang diberikan sangat sesuai dengan yang dibutuhkan masyarakatnya.
“Sarolangun memiliki perkebunan karet dan sawit yang paling banyak berproduksi di Jambi, tapi sayang tanamannya sudah tua, sudah dari zaman orde baru, produksinya sudah menurun,” ucapnya.
Bahkan menurut Bupati, sudah ada korban jiwa dari petani karet karena terjatuh dari pohon yang sudah terlalu tinggi untuk disadap.
Sementara itu dalam sambutanya, Anggota IV Badan Pemeriksa Keuangan, Ptof. Rizal Djalil, mengungkapkan kunjungan kerjanya bertujuan untuk mengecek langsung apakah bantuan dari pemerintah sudah sampai kepada masyarakat.
“Saya tahu Kementan banyak sekali memberikan bantuan ke daerah seluruh Indonesia, namun biasanya masalahnya bukan di kementan, tapi daerah penerima ada beberapa yang belum menyalurkan,” ucapnya.
Oleh karena itu, Prof Rizal menekankan Kementan harus aktif menyampaikan ke publik hal tersebut, termasuk harus keras menepis isu negatif impor pertanian, seperti jagung.
Kementan harus menyampaikannya kepada masyarakat. “Misalnya, terkait jagung kita sudah surplus jagung, tetapi masih impor. Ini dikarenakan daerah produksi jagung terpencar, hingga hingga ongkos transportasinya mahal. Juga karena adanya fluktuasi produksi. Ini juga perlu disampaikan,” tambahnya. (*)