Upaya pemerintah untuk meningkatkan harga karet yang sempat jatuh terus dilakukan. Salah satunya dengan mengatur ekspor karet, sehingga stok karet di pasar internasional dapat dikendalikan. Pengendalian, termasuk pengurangan pasokan ini akan mengerek harga karet di pasaran dunia, yang berimbas pada harga di dalam negeri.
Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono, saat menyerahkan bantuan pertanian kepada petani di Kabupaten Sarolangun, Jambi, Senin (25/3/2019).
Menurut Kasdi, Indonesia merupakan produsen karet nomor dua di dunia, namun tidak bisa menentukan harga. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia menginisiasi kesepakatan dengan Thailand dan Malaysia untuk meningkatkan harga karet di pasaran dunia.
“Produksi tiga negara ini sama dengan produksi 70% karet dunia. Jadi kita membuat kesepakatan untuk membatasi ekspor agar karet dunia berkurang. Jika barang di pasar langka, maka harga akan meningkat,” paparnya.
Dalam pertemuan itu disepakati untuk mengurangi ekspor sebesar 240 ribu ton tahun. Hal tersebut, menurut Kasdi, cukup efektif menaikkan harga.
“Baru mau berangkat ke Bangkok saja harganya sudah naik, apalagi jika beritanya di-release. Sebelum berangkat harganya hanya 1,2 US dolar per kg, sekarang harganya sudah 1,46 US dolar per kg,” jelas Kasdi.
Dalam pertemuan tersebut disepakati Indonesia akan mengurangi 98 ribu ton ekspor karet ke pasar dunia. Sementara Thailand akan mengurangi 130 ribu ton dan Malaysia sebanyak 12 ribu ton.
“Pengurangan ekspor itu merupakan program jangka pendek, untuk jangka menengahnya ada program peningkatan serapan karet dalam negeri. Sedangkan jangka panjangnya adalah meningkatkan produktivitas dengan melakukan peremajaan atau replanting,” papar Kasdi.
Untuk peningkatan serapan karet dalam negeri, lanjut Kasdi, Presiden Jokowi telah memerintahkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggunakan karet sebagai tambahan aspal untuk membangun jalan.
“Kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri agar jalan provinsi dan kabupaten juga menggunakan karet sebagai campuran aspal. Kalau jalan nasional kan hanya 47 ribu km, tapi kalau semua jalan, termasuk jalan provinsi dan kabupaten panjangnya mencapai 540 ribu km, tentu serapan karet masyarakat lebih tinggi lagi,” ucapnya.
Melalui program ini, Kementerian PUPR dan PTPN membeli karet dari petani melalui Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (Bahan Olahan Karet) atau UPPB dengan harga di atas Rp 9 ribu per kg.
“Harganya berpotensi meningkat lagi seiring peningkatan kualitas karet yang dihasilkan,” ucap Kasdi.
Selain itu, pemerintah juga terus mendorong peningkatan serapan karet oleh dunia Industri. Data dari Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) menyebutkan baru 60% dari kapasitas produksi crump rubber yang dimanfaatkan.
“Jadi ada 40% kapasitas produksi yang iddle, jika bisa dimaksimalkan tentu serapan karet dalam negeri akan leboh banyak lagi,” tambah Kasdi.