"Ndak.. ndak.. ndak ada, ini sudah pasti dia (Bowo) katakan, ini keperluan dia sendiri. Jadi jangan dibawa kemana-mana," katanya.
Baca: Boyong 3 Penghargaan Sekaligus di Dahsyatnya Awards 2019, Marion Jola Justru Merasa Sedih, Ada Apa?
Sebelumnya, dalam cuitan Juru Bicara BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak yang dibagikan akun twitternya, menyebut jika di 400 ribu amplop itu terdapat kode-kode capres tertentu.
Kemudian Dahnil mengkritik KPK karena tidak mau memperlihatkan amplop saat ekspose barang bukti.
"Kebiasaan @KPK_RI ketika konpres membuka barang bukti, kenapa Bu Basaria melarang membuka barang bukti termasuk 400 ribu amplop2 yg sudah ada kode2 capres tertentu tsb. Publik perlu tahu," tulis Dahnil di @Dahnilanzar.
Basaria pun angkat bicara, menurutnya, pembuktian apakah adanya kode-kode capres tertentu.
Hal itu akan dibuktikan ketika sudah dibuat BAP-nya (Berita Acara Pemeriksaan) dengan disaksikan oleh tersangka, dalam hal ini Bowo.
"Dan kalau amplopnya mau dibuka, iya itu sudah barang tentu. Standar SOP (Standar Operasional Prosedur) kalau mau buka amplop, harus dibuat BAP-nya dengan disaksikan tersangkanya pula, dan dibuktikan," kata Basaria.
Akan tetapi, KPK tetap bakal memverifikasi pengakuan Bowo soal 'serangan fajar' untuk keperluan sendiri atau memang ada kepentingan partai untuk Pilpres.
"Kita masih akan terus pengembangannya dia. Untuk sementara ini dulu saja, lalu berikutnya kita kembangkan. Jadi bisa terjadi apa saja, jadi itu dulu yang kita temukan," ujar Basaria.
Dalam perkara ini, Bowo tidak sendirian. KPK juga menetapkan seorang karyawan PT Inersia bernama Indung dan Marketing Manager PT HTK Asty Winasti sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Asty diduga sebagai pemberi, sedangkan Indung berperan sebagai perantara.
Bowo diduga meminta fee kepada PT Humpuss Transportasi Kimia atas biaya angkut yang diterima sejumlah USD 2 per metrik ton.
Diduga, Bowo Sidik telah menerima enam kali suap dari PT Humpuss.