TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan menjawab isu yang menyebut dirinya merupakan "orang" Partai Gerindra dan dekat dengan Calon Presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto, sejak lama.
Ia menilai isu yang mengatakan dirinya adalah "orang" Partai Gerindra adalah fitnah dan jauh panggang dari api.
Ia mengungkapkan, ketika dirinya harus menjalani perawatan atas serangan air keras terhadap matanya, banyak orang yang berempati kepadanya, termasuk Prabowo.
Hal itu disampaikan Novel saat dikonfirmasi Tribunnews.com pada Senin (1/4/2019).
Baca: Jusuf Kalla Tegaskan Tak Ada Lagi Penambahan Luas Lahan Sawit
"Ketika saya sakit beberapa waktu lalu rasanya banyak yang berempati kepada saya. Dan Pak Prabowo juga melakukan hal itu, kalo karena itu dikatakan dekat, saya bisa juga. Artinya saya dekat dengan semua orang yang berempati kepada saya," kata Novel.
Namun menurutnya, tidak tepat jika menilai kedekatan antara dirinya dan Prabowo dilihat dari komitmen Prabowo untuk mengungkap penyerangan terhadapnya.
Baca: Bertemu Syahrini, Jessica Iskandar Langsung Minta Tips Jitu Agar Cepat Dilamar Pacar
"Juga barangkali karena komitmen Pak Prabowo untuk mau mengungkap penyerangan terhadap saya. Kalo indikatornya itu menurut saya itu artinya bukan dekat, tapi lebih kepada kepedulian," kata Novel.
Sebelumya diberitakan, Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S Pane, menilai KPK dan Polri perlu bertindak terhadap isu Novel Baswedan merupakan 'orang' Partai Gerindra.
Dari pihak KPK, Neta menilai perlunya penjelasan dan klarifikasi terkait salah satu penyidik seniornya itu.
"Klarifikasi itu menjadi penting karena menyangkut independensi KPK dalam hal pemberantasan korupsi dan KPK tidak ditunggangi kepentingan politik tertentu dalam pemberantasan korupsi di tahun politik 2019 ini," ujar Neta, dalam keterangannya, Senin (1/4/2019).
Ia juga mendesak Polri agar segera mendata anggota maupun penyidiknya di lembaga antirasuah yang terindikasi berada dalam 'barisan' Novel sebagai 'orang' Partai Gerindra.
Neta menjelaskan isu tersebut muncul pasca Jubir BPN Prabowo Sandi, Andre Rosiade, memberi bocoran kepada wartawan bahwa jika Prabowo menang di Pilpres 2019, Novel Baswedan atau Bambang Widjojanto akan menjadi Jaksa Agung.
Selain itu, Fadli Zon disebutnya juga membenarkan kepada wartawan bahwa Novel sudah lama dekat dengan Prabowo.
Begitu juga dengan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono yang mengatakan Novel adalah 'orang kita' atau dalam konteks orang Partai Gerindra.
Neta mengatakan pernyataan ketiga tokoh itu harus disikapi pimpinan KPK agar independensi lembaga itu tetap terjaga.
Sehingga nantinya, kata dia, KPK tidak ditunggangi dan diperalat kekuatan partai politik tertentu untuk mengkriminalisasi lawan politiknya dengan isu atau kasus korupsi.
Di sisi lain, ia melihat bangsa Indonesia harus mendukung penuh upaya pemberantasan korupsi, baik yang dilakukan KPK, kejaksaan maupun kepolisian.
Namun upaya pemberantasan korupsi tidak boleh tebang pilih, yakni menjadikan satu pihak sebagai sasaran dengan berbagai OTT dan melindungi pihak lain akibat adanya 'orang kita' di KPK.
Dua kasus OTT terakhir yang dilakukan KPK terhadap partai pendukung koalisi Jokowi, kata dia, makin mengindikasikan kebenaran adanya 'orang kita' di KPK.
Baca: Jusuf Kalla Tegaskan Tak Ada Lagi Penambahan Luas Lahan Sawit
"Untuk itu pimpinan KPK harus menjelaskan adanya indikasi 'orang kita' ini, yang membuat KPK tidak netral di Pilpres 2019. Mengingat Novel adalah mantan penyidik Polri dan mengingat cukup banyaknya penyidik kepolisian di KPK, institusi Polri perlu juga mengusut isu 'orang kita' ini hingga diketahui seberapa banyak penyidik kepolisian terlibat dalam isu 'orang kita'," jelas Neta.
"Dengan demikian Polri bisa menarik semua anggotanya yang terlibat dalam isu 'orang kita' di KPK, atau Polri bisa menghentikan sementara semua kegiatan penyidiknya di KPK sepanjang proses Pilpres 2019 ini agar netralitas Polri terjaga dan penyidik Polri di KPK tidak diperalat untuk menghabisi satu kelompok politik tertentu dan melindungi kelompok politik lainnya," tukasnya.