Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Sodik Mudjahid mendorong kepada Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk menciptakan paradigma baru dalam menangani bencana.
Selama ini BPBD dinilai hanya fokus pada tanggap darurat bencana dengan unit-unit terkait.
“Paradigma yang harus dibangun adalah paradigma yang fokus pada mitigasi membangun masyarakat yang peduli dan tanggap bencana. Salah satunya adalah melalui penguatan Early Warning System (EWS),” ujar Sodik saat memimpin Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VIII DPR RI pertemuan dengan BPBD Provinsi Riau, di Pos Komando Satgas Siaga Penanggulangan Bencana Karhutla Provinsi Riau, Senin (01/4/2019).
Politisi Partai Gerindra ini berpendapat, penguatan EWS salah satunya dalam bentuk penguatan anggaran.
Mengingat waktu peringatan dini merupakan aspek yang paling penting dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, sehingga dapat meminimalisir terjadinya korban jiwa dan materi, serta mengajak masyarakat untuk bersama-sama merawat peralatan EWS.
“Untuk itu Komisi VIII DPR akan berjuang tentunya secara bertahap di dalam penyusunan anggaran. Kita harus konsisten terhadap penguatan anggaran yang tidak hanya terfokus pada tanggap darurat, tapi juga terhadap mitigasi bencana. Untuk itu, kami akan catat dengan baik (berbagai aspirasi) untuk kemudian disampaikan pada rapat kerja dengan BNPB,” imbuh legislator dapil Jawa Barat I itu.
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI Diah Pitaloka menilai, penanggulangan bencana oleh BNPB tidak bisa berdiri sendiri, terutama dalam kerangka aturan.
Untuk itu, dirinya mengusulkan perlu adanya perubahan di dalam Undang-Undang (UU) Penanggulangan Bencana.
“Misalnya terhadap perusahaan swasta juga harus punya aturan untuk diatur dalam UU, bertanggung jawab terhadap kebakaran di lahan konsesi. Terutama di Riau, kasus kebakaran hutan yang seringkali terjadi mungkin ke depan harus dibicarakan bersama,” usul politisi PDI-Perjuangan itu.
Dalam pembahasan revisi UU Penanggulangan Bencana itu nanti dirinya berharap adanya masukan lebih lanjut sehubungan dengan keterbatasan peraturan dalam implementasi penanggulangan bencana.
“Ini tentunya agar membantu kami juga membangun pasal yang konstruktif ke depannya,” harap legislator dapil Jawa Barat III itu.
Sebelumnya pada kesempatan yang sama Kepala BPBD Provinsi Riau Edwar Sanger menuturkan beberapa kendala dan hambatan diantaranya dalam menjalankan operasi karhutla, seperti kebutuhan helikopter dan juga regulasi.
Dirinya mengharapkan agar aspirasi yang disampaikan tersebut nantinya bisa ditindaklanjuti.
“Kami juga mengharapkan adanya asuransi untuk kami yang bertugas di lapangan. Karena setiap hari risiko yang kami hadapi cukup berat sekali, seperti yang diketahui bertugas di lapangan dengan helikopter resikonya cukup tinggi. Kami berharap aspirasi kami ini bisa ditindaklanjuti,” harapnya. (*)