TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI menyebut, biasanya praktik-praktik kotor semisal politik uang terjadi secara bersamaan dengan penyerahan surat undangan memilih alias formulir C6 ke pemilih.
Biasanya, mereka menyisipkan amplop yang sudah terisi kartu nama bahkan lembaran uang ke pemilih, bersamaan dengan penyerahan form C6 tersebut.
Menurut Anggota Bawaslu RI Mochammad Afifuddin, praktik politik uang dengan cara seperti itu sudah pernah terjadi pada Pemilu tahun 2014. Katanya, terkadang, surat undangan form C6 tidak dikirim oleh penyelenggara Pemilu melainkan ada pihak lain yang menyerahkannya ke pemilih.
"Menurut saya ini bukan hal yang baru, pernah terjadi di tahun 2014. Dan ini harus kita antisipasi sebagaimana potensi amplop beredar beriringan dengan surat undangan memilih C6. Ini bukan hal baru. Makanya kami ingatkan di hari H nanti, masa tenang, biasanya saat surat undangan dikirim kadang-kadang sampai ke pemilih itu tidak dari penyelenggara. Nah, kadang ada amplop yang isinya kartu nama atau yang lebih fatal lagi ada uangnya," ungkap Afifuddin di Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Selasa (9/4/2019).
Baca: Iis Dahlia Tanya Soal Ajakan Sule ke Jenjang Serius, Baby Shima: Jujur Ya, Dia Pernah Ngajak
Afifuddin juga membenarkan pernyataan PPATK soal modus politik uang terselubung lewat pemberian jaminan asuransi sebagai pengganti uang tunai. Saat ini, Bawaslu tengah mengkaji permainan politik uang lewat modus seperti itu.
Yang menjadi persoalan, tinggal bagaimana pihaknya bisa memastikan temuan-temuan praktik itu di tengah masyarakat dan oknum yang melakukannya.
"Itu sedang kita kaji. Modus politik uang dengan cara misalnya jaminan asuransi dan lain-lain dari dulu juga sudah ada. Ini harus kita cegah dan ini harus kita antisipasi termasuk patroli yang kita harapkan menemukan orang-orang itu," kata Afifuddin.