TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus suap PLTU Riau-1, Idrus Marham, mengaku optimistis bebas dari jerat hukum.
Mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu mengungkapkan tidak ada fakta persidangan yang menyebutkan dirinya menerima aliran suap.
"Berdasarkan fakta dan harus berani membuat terobosan hukum. Kalau fakta tidak ada, saya bebas," kata Idrus, ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (16/4/2019).
Menurut dia, fungsi persidangan menguji dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK. Sehingga, apabila menguji dakwaan terdapat dua kemungkinan terjadi.
Kemungkinan pertama, kata dia, apabila terbukti, maka terdakwa dihukum. Sedangkan, kemungkinan kedua, jika tidak terbukti berarti dibebaskan dari dakwaan.
Salah satu fakta persidangan, yaitu pengusaha Johannes Kotjo menyebutkan Idrus tidak pernah menerima aliran suap.
"Fakta persidangan menjadi dasar mengambil keputusan," kata dia.
Baca: PDIP Dukung Putusan MK Hitungan Cepat Dipublikasikan Pukul 15.00 WIB
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menuntut terdakwa kasus suap proyek PLTU Riau-1, Idrus Marham, hukuman pidana penjara 5 tahun denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan
JPU pada KPK menuntut Idrus Marham bersama-sama dengan anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019, Eni Maulani Saragih terlibat menerima uang Rp 2,25 Miliar dari pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo.
Johannes Kotjo merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resources, Ltd (BNR, Ltd). Uang itu diberikan untuk proyek Independen Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1).
JPU pada KPK menyebut pemberian uang itu diduga agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Selama menjalani persidangan, JPU pada KPK menyebutkan hal meringankan terdakwa berlaku sopan saat pemeriksaan di persidangan, belum pernah dipidana sebelumnya, tidak menikmati hasil kejahatannya.
Sedangkan, hal memberatkan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Atas perbuatan itu, terdakwa dituntut melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.