Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Bahtiar meminta calon anggota legislatif untuk memahami metode konversi suara menjadi jumlah kursi di DPR.
Bahtiar mengatakan metode konversi Pemilu kali ini menggunakan metode Sainte Lague dan berbeda dengan tahun 2014 yang menggunakan metode Kuota Hare.
Bahtiar menjelaskan perbedaan dari metode Kuota Hare yang digunakan pada Pemilu sebelumnya dengan metode Sainte Lague yang digunakan pada Pemilu 2019.
Dalam Kuota Hare, ada dua tahapan yang harus dilalui untuk mengkonversi suara menjadi kursi.
Pertama, penentuan harga satu kursi dalam satu daerah pemilihan (Dapil) dengan menggunakan rumus V (vote) dibagi S (seat).
Kedua, jumlah perolehan suara partai politik di suatu Dapil dibagi dengan hasil hitung harga satu kursi yang telah dilakukan di tahap pertama untuk mengetahui jumlah perolehan kursi masing-masing partai di Dapil tersebut.
"Metode Kuota Hare paling dikenal di Indonesia sebab paling sering digunakan dari pemilu ke Pemilu, oleh karena itu caleg harus memahami perubahan metode ke Sainte Lague,” ujar Bahtiar di Jakarta, Sabtu (20/4/2019).
Berbeda dengan metode Kuota Hare, Bahtiar yang merupakan mantan Direktur Politik Dalam Negeri menjelaskan metode Sainte Lague yang salah satu dari teknik penghitungan Divisor tidak menerapkan harga satu kursi sebagai bilangan pembagi untuk mencari perolehan kursi masing-masing partai.
Metode ini memiliki bilangan tetap untuk membagi perolehan suara masing-masing partai.
Logika yang dipakai adalah bahwa partai yang memperoleh suara tertinggi dari hasil pembagian diurutkan sesuai dengan alokasi kursi yang disediakan dalam satu Dapil yang berhak memperoleh kursi.
Berikut informasi selengkapnya