Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi II DPR, Achmad Baidowi menanggapi wacana kaji ulang pemilu serentak yang sejauh ini telah mengakibatkan 90 petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meninggal dunia.
Menurut Wakil Sekjen DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini, pelaksanaan pemilu serentak 2019 merupakan perintah dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013 yang kemudian diatur pada Undang-undang (UU) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
Saat menyusun RUU Pemilu, kata Baidowi, Pansus sudah mendengarkan keterangan beberapa pihak termasuk penggugat Effendi Gazali untuk memastikan apa yang dimaksud serentak.
Kesimpulannya, imbuh dia, Pemilu serentak yang dimaksud adalah pelaksanaan pada hari dan jam yang sama.
Baca: Banyak Tokoh Sarankan Jokowi-Prabowo Bertemu, Demokrat: Gagasan Itu Bagus
Baca: 5 Hari Jelang Menikah, Irish Bella Ulang Tahun Diberi Hadiah Mewah Oleh Calon Suami, Ammar Zoni
Jika kemudian ada tafsir baru terhadap keserentakan yang dimaksud putusan MK, maka menurut dia, ada peluang untuk mengubahnya di RUU Pemilu.
"Namun, keterangan para penggugat di hadapan pansus tidak boleh diabaikan begitu saja," ujar politikus PPP ini kepada Tribunnews.com, Selasa (23/4/2019).
Lebih lanjut terkait wacana pemecahan pemilu nasional dengan pemilu daerah, yakni pemilu nasional (presiden, DPD, DPR RI) dan pemilu daerah (pilkada dan DPRD), menurut dia, juga menjadi problem hukum.
Karena putusan MK juga menyatakan bahwa pilkada bukan rezim pemilu sehingga pembiayaan menjadi tanggungjawab Pemda.
Sementara pembiayaan pemilu nasional menjadi tanggungjawab pemerintah pusat.
Maka usulan pemecahan pelaksanaan pemilu ini juga memiliki kendala dari aspek landasan hukum karena sudah ada putusan MK.
"Maka untuk mengubah putusan MK tersebut perlu dilakukan amandemen UU 1945 yang langsung mengatur mengenai pelaksanaan pemilu," paparnya.
Adapun banyaknya korban dari penyelenggara pemilu ad-hoc, dia mengatakan, sejak awal DPR sudah meminta KPU menyiapkan asuransi bagi mereka. Adapun ketentuan pembayaran premi diatur bersama pemerintah (menkeu).
"Karena kami menyadari tugas berat mereka yang harus melaksanakan tugasnya dalam satu hari penuh," ucapnya.
Dari persoalan di atas, PPP sepakat melakukan revisi UU Pemilu untuk perbaikan sistem ke depan.
"Namun tidak menabrak ketentuan hukum yang lebih tinggi," tegasnya.
Komisi Pemilihan Umum ( KPU) melakukan evaluasi pelaksanaan Pemilu serentak 2019.
Evaluasi dilakukan dengan dasar riset pelaksanaan Pemilu 2019 dan Pemilu 2014. Dari evaluasi tersebut, muncul rekomendasi pemilu serentak dua jenis.
"Salah satu rekomendasinya adalah pemilu serentak dua jenis, yaitu Pemilu Serentak Nasional dan Pemilu Serentak Daerah," kata Komisioner KPU Hasyim Asy'ari melalui keterangan tertulis, Selasa (23/4/2019).
Hasyim mengatakan, Pemilu Serentak Nasional digelar untuk memilih pejabat tingkat nasional melalui Pilpres, Pemilu DPR dan DPD.
Sedangkan Pemilu Serentak Daerah dilakukan untuk memilih pejabat tingkat daerah provinsi/kabupaten/kota, melalui Pilkada Gubernur dan Bupati/Walikota serta Pemilu DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. Keduanya diselenggarakan dalam kerengka waktu 5 tahunan.
"Misalnya Pemilu Nasional 2019, dalam 2,5 tahun berikutnya atau 2022 Pemilu Daerah," ujar Hasyim.(*)