TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konfederasi Rakyat Pekerja Indonesia mendukung rencana Presiden Jokowi merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
KRPI mengapresiasi kemauan politik positif dari Presiden sebagai bagian dari rencana kebijakan pembangunan Sumber Daya Manusia, khususnya Pekerja Indonesia.
"Bagi KRPI kebijakan politik pengupahan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya peningkatan kesejahteraan Pekerja, yang juga berdampak pada peningkatan kualitas hidup Sumber Daya Manusia Indonesia," kata Ketua Bidang Buruh Industri KRPI, Djamaludin Malik dalam keterangan pers, Senin (29/4/2019).
Terkait revisi PP 78/2015, KRPI merekomendasikan kepada Pemerintah Jokowi untuk:
Pertama, merevisi Pasal 44 dan 45 di PP 78/2015 dengan memasukkan penambahan item Komponen Hidup Layak (KHL) yang menitikberatkan pada kualitas KHL, bukan kuantitas.
Baca: Menaker Hanif Ingin Sistem Pengupahan Tingkatkan Kesejahteraan Pekerja
KHL Yang dimaksud harus melalui mekanisme musyawarah mufakat dalam perundingan Tripartit (Serikat Buruh/Serikat Pekerja, Pengusaha dan Pemerintah) di Dewan Pengupahan.
Kedua, mengevaluasi regulasi turunan dari PP 78/2015 agar tidak terjadi tumpang tindih kebijakan atau ketidaksesuaian kebijakan antara PP dan regulasi turunan.
Contohnya dalam PP 78/2015 diamanatkan seluruh perusahaan wajib membuat struktur dan skala upah (SUSU) dan melampirkan SUSU tersebut pada saat mendaftarkan Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) ke Dinas Tenaga Kerja.
Sementara dalam aturan turunan PP tersebut, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 2017, kata “melampirkan” diganti dengan “memperlihatkan”. Penggunaan diksi yang berbeda di dalam PP dan Permenaker mengakibatkan perbedaan dalam praktek dan dampak hukum dari dijalankannya PP 78/2015.
Baca: Alasan Sandiaga Tidak Bisa Dampingi Prabowo Hadiri Peringatan Hari Buruh
Ketiga, memperkuat pengawasan dan penegakan hukum ketenagakerjaan, khususnya dalam hal implementasi kebijakan pengupahan. Revisi terhadap PP 78/2015 tanpa disertai penguatan dari sisi pengawasan dan penegakan hukumnya, tidak akan memberikan dampak positif terhadap perbaikan kualitas upah pekerja Indonesia.
Hingga saat ini, akibat lemahnya pengawasan dari implementasi PP tersebut masih terdapat perusahaan-perusahaan yang belum menerapkan kewajiban upah minimum dan belum membuat struktur dan skala upah.
"Akibatnya, perbaikan sistem pengupahan belum secara maksimal dijalankan," katanya.