TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan keberatan terhadap bukti tertulis yang diajukan oleh pihak tersangka kasus dugaan suap, Romahurmuziy (Rommy), dalam sidang praperadilannya.
Sidang praperadilan yang diajukan oleh Rommy terhadap KPK telah memasuki agenda pembuktian melalui dokumen.
Sidang yang dipimpin oleh hakim tinggal Agus Widodo ini digelar di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jln Ampera Raya, Jakarta Selatan.
Dokumen yang dipermasalahkan oleh pihak KPK adalah surat permintaan dari pemohon kepada ahli yang tidak dilampirkan oleh pihak Rommy.
Baca: Bully Pengunjung Gym Berbadan Mungil, Pria Kekar Ini Langsung KO dalam Sekali Pukulan
Baca: Ratusan Gadis Dinikahi Pria Tiongkok Lalu Ditelantarkan dan Dijual di Lokasi Prostitusi
"Itu yang kami tanyakan permintaan dari pemohon kepada ahli yang tidak dilampirkan," ujar Kabag Litigasi dan Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Efi Laila Kholis, kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Rabu (8/5/2019).
Selain itu keterangan ahli yang dilampirkan dalam dokumen pembuktian, menurut Efi terkait dengan fakta hukum yang telah diungkap pada persidangan pokok perkara.
"Kemudian juga keterangan ahli yang sebetulnya sudah ada fakta-fakta hukum yang seharusnya itu diajukan ke persidangan Tipikor buka di praperadilan," tutur Efi.
KPK juga mempertanyakan beberapa bukti yang merupakan produk hukum KPK. Efi mengatakan pihaknya ingin mengetahui cara pihak Rommy memperoleh bukti tersebut.
"Bagaimana perolehannya itu kami kan perlu tahu juga. kalau perolehan secara sah memang diberikan. Ini kuasa hukum tadi belum bisa menjawab perolehannya hanya kemungkinan-kemungkinan bahwa ini diberikan kepada pemohon," ungkap Efi.
Seperti diketahui, Rommy ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Selain Rommy, dua orang lainnya yang menjadi tersangka yakni Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi, dan Kepala Kantor Wilayah Kemenang Jawa Timur, Haris Hasanuddin.
Dalam kasus ini Rommy diduga bersama pihak Kementerian Agama menentukan hasil seleksi jabatan tinggi di Kemenag.
Akibat perbuatannya, Rommy dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak PIdana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan Muafaq Wirahadi dan Haris Hasanuddin disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.