Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim penasihat hukum Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI), Ending Fuad Hamidy mempertimbangkan mengajukan banding terhadap vonis dari majelis hakim.
Arief Sulaiman, selaku penasihat hukum Ending Fuad Hamidy, mengatakan penasihat hukum masih akan berkonsultasi dengan pihak keluarga untuk menentukan upaya hukum selanjutnya.
"Kami tim penasihat hukum akan berkonsultasi dengan keluarga atas putusan majelis hakim yang dibacakan hari ini," kata Arief Sulaiman, ditemui di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (20/5/2019).
Untuk diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis pidana penjara selama 2 tahun dan 8 bulan, pidana denda Rp 100 juta subsider 2 bulan kurungan kepada Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy.
Baca: Polisi Nagano Ciptakan 3 Cara Mengantisipasi Kasus Penipuan Lewat Telepon yang Kini Marak di Jepang
Baca: Traktir Belanja Karyawan, Nagita Slavina Panas-panasan Naik Metromini sampai Tidur Nyenyak
Baca: KPU Beri Waktu Peserta Pemilu hingga 24 Mei 2019, Demokrat Pastikan Akan Ajukan Gugatan ke MK
Lamanya hukuman itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK, di mana JPU pada KPK menuntut Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy empat tahun penjara, denda Rp 120 juta subsidair tiga bulan.
Ending diseret ke pengadilan karena diduga menyuap Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kementerian Pemuda dan Olahraga Mulyana, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Kemenpora Adhi Purnomo dan staf Kemenpora Eko Triyanto.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2018. Dari OTT itu, KPK menetapkan 5 orang tersangka yaitu Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy sebagai tersangka pemberi. Kemudian tersangka penerima suap ialah Deputi IV Kemenpora Mulyana, PPK pada Kemenpora Adhi Purnomo dkk, serta staf Kemenpora Eko Triyanto.
Berdasarkan surat dakwaan, Ending memberikan 1 unit Toyota Fortuner hitam dan uang Rp 300 juta kepada Mulyana. Selain itu, Mulyana diberikan kartu ATM debit BNI dengan saldo Rp 100 juta. Selain itu, Jhonny memberikan ponsel merek Samsung Galaxy Note 9 kepada Mulyana.
Jaksa menduga pemberian hadiah berupa uang dan barang itu bertujuan supaya Mulyana membantu mempercepat proses persetujuan dan pencairan dana hibah Kemenpora RI yang akan diberikan kepada KONI.
Perbuatan terdakwa tersebut diyakini melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.