TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sore itu Achmad Baidowi lagi memantau rekapitulasi internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di kantor LP2 DPP PPP Jalan Diponegoro 60 Jakarta Pusat.
Aktivitasnya sebagai koordinator saksi nasional PPP terlihat semakin padat sejak tanggal 17 April 2017.
Sehari setelah pencoblosan pria yang akrab disapa Awiek ini terus melakukan komunikasi dengan para caleg dan DPW untuk memastikan gambaran perolehan suara PPP bisa lolos ambang batas parlemen 4%.
Data quick count dari sejumlah lembaga survei yang membuatnya bertambah semangat. Maklum inilah pertaruhan bagi PPP apakah masih ada di jagat politik Indonesia atau malah tenggelam.
"Saya konsentrasi betul karena mayoritas kami kehilangan form C1 akibat kurangnya saksi di TPS," kata Awiek memulai obrolannya.
Pemilu serentak kali ini memang dirasakannya sangat berat karena energi publik tersedot ke Pilpres.
Baca: Lolos PT, PPP Syukuran Bersama Ratusan Anak Yatim
Bahkan, pileg cenderung sepi dari pemberitaan media. Ditambah ketentuan PT 4% dan metode penghitungan kursi menggunakan saint lague yang baru pertama kali diterapkan di Indonesia.
Terlihat wajahnya sumringah ketika menunjukkan tabulasi perolehan suara PPP di Dapil XI Jawa Timur. Pada Pemilu 2019 ini Awiek kembali dicalonkan dari Dapil Jatim XI nomor urut 1.
Berdasarkan DD1 (hasil rekapitulasi KPU RI) jumlah suaranya mencapai 227.170 dari 265.174 total suara PPP di dapil yang meliputi Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep.
Dengan perolehan tersebut, Awiek menempati rangking 1 di internal PPP dari 19 orang yang terpilih ke Senayan. "Alhamduillah perolehan suara saya naik hampir tiga kali lipat dibanding 2014 yang saat itu hanya mendapatkan 82.052 suara," ujarnya merendah.
Perolehan suara mantan wartawan ini tergolong fantastis menempati urutan kedelapan teratas dari 575 anggota DPR terpilih lintas partai. Padahal sebelumnya banyak yang meremehkan dirinya bahkan diprediksi tak bisa lanjut ke periode kedua.
Dari nama-nama caleg yang menempati rangking 10 besar, Awiek tergolong istimewa karena dia bersanding dengan sejumlah nama beken mulai dari menteri, mantan kepala daerah, adik kepala daerah hingga anak presiden.
"Saya hanya santri biasa bukan dari kalangan priayi, dapat suara segitu sungguh luar biasa," tuturnya.
Alumnus Ponpes Darul Ulum Banyuanyar ini memang berasal dari keluarga biasa. Bapak Abd Rohim dan ibunya Ramna berprofesi sebagai petani.
Sejak kecil dia diangkat anak oleh paman dan bibinya yang juga berprofesi sebagai petani.
Bapak angkatnya H. Amirudin merupakan pengurus NU di tingkat ranting dan imam masjid di desanya. Meskipun lahir di Banyuwangi, leluhurnya berasal dari Madura.
Kakek dari ibunya berasal dari Dusun Be' Betoh Barat, Kertagenah Tengah Kadur, Pamekasan yang merantau ke Pulau Jawa di era penjajahan Belanda. Sementara dari jalur bapaknya berasal dari Dusun Nong Pote, Kadur, Pamekasan.
Sedangkan bapak angkatnya alias pamannya berasal dari Bekiong, Guluk-guluk, Sumenep.
Dia menikahi Uswatun Hasanah yang masih ada ikatan tali kekerabatan. Kerabatnya banyak tersebar di Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep.
Kuatnya kekerabatan di Madura inilah yang kelak turut menjadi modal sosial ketika dirinya maju pileg.
Ditanya kiat-kiatnya bisa mendulang suara besar, pria yang pernah ikut kampanye PPP di era Orde Baru ini menuturkan, jaringan alumni pondok pesantren Darul Ulum Banyuanyar serta jaringan Korps Alumni HMI (KAHMI) banyak membantunya.
Diketahui, pengasuh Ponpes Darul Ulum Banyuanyar KH. Muhammad Syamsul Arifin saat ini tercatat sebagai Wakil Ketua Majelis Syariah DPP PPP yang hingga kini masih istiqomah berjuang di parpol berlambang kakbah tersebut.
"Jaringan sosial yang kuat tersebut menjadi modal berharga sehingga bisa menekan biaya politik yang tinggi," tukas alumnus Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga ini.
Trik lainnya adalah mempertahankan pemilih tradisional PPP, yang dalam hal ini jaringan pondok pesantren Banyuanyar menjadu jangkarnya. Selain itu, Awiek juga berusaha mendekati pemilih baru yang belum pernah memilih PPP.
"Saya kerap tampil di media rupanya menjadi magnet bagi mereka yang belum banyak tahu," tutur peraih master ilmu politik Universitas Nasional ini.
Kandidat doktor Ilmu Pemerintahan IPDN ini menambahkan, untuk mendulang suara besar intinya tidak boleh lelah berkonsolidasi.
Meskipun namanya banyak dikenal melalui media, pendekatan kepada masyarakat secara langsung juga sangat penting. "Istilah marketingnya kita melakukan mikro targeting dengan menyapa langsung masyarakat," ujarnya.
Saat masa-masa kampanye, dirinya harus pandai membagi waktu karena di satu sisi harus menjalankan tugas kedewanan di Senayan, di sisi lain dia harus bertemu masyarakat. Maka, pilihannya pada akhir pekan dihabiskan di dapil.
Selama di dapil dia menginap di rumah sendiri di Larangan Badung Palengaan atau di rumah mertua di Sumenep. Bahkan, kalau lagi di daerah utara seringkali menginap di salah satu rumah pendukungnya.
"Jika saya kampanye di daerah utara, menginapnya di rumah teman. Selain hemat waktu dan biaya, mereka sangat senang rumahnya pernah didatangi anggota DPR RI," bebernya.
Cara ini tergolong efektif karena Awiek bisa menghemat waktu, tenaga dan biaya. Meski demikian, dia mengaku perolehan suaranya meleset dari target awal yakni 300.000 suara karena lemahnya saksi khususnya di Bangkalan dan Sampang.
Mengenai proyeksi ke depan, sebagai anak buah dirinya siap ditugaskan PPP di posisi manapun untuk memperjuangkan amanah dari masyarakat di daerah pemilihannya.
Dalam menjalankan tugasnya, dirinya selalu ingat tiga pesan kyainya di ponpes yakni jangan menyalahi aturan agama, jangan menyalahi aturan negara dan harus bermanfaat.