Fakta Penahanan Dirut PLN Nonaktif Sofyan Basir karena Kasus Suap, Reaksi Sofyan hingga Pengacaranya
TRIBUNNEWS.COM - Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) nonaktif, Sofyan Basir resmi ditahan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) pada Senin (27/5/2019) malam.
Sebelumnya, ia telah ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1 sejak 23 April 2019.
Sebelum akhirnya ditahan, Sofyan sempat diperiksa selama empat jam oleh KPK.
Pada Senin (27/5/2019) pukul 23.29 WIB, ia keluar dari gedung Komisi Antirasuah dengan mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK.
Terkait penahanan Sofyan Basir, berikut faktanya yang telah dirangkum Tribunnews.com dari berbagai sumber:
Baca: Sudah Diperiksa 2 Kali, Akankah KPK Tahan Direktur Utama PLN Sofyan Basir?
Baca: Akhirnya Penuhi Panggilan KPK, Dirut PLN Nonaktif Sofyan Basir Belum Mau Berkomentar
1. Reaksi Sofyan Basir
Saat berjalan menuju mobil tahanan, Sofyan sempat memberikan sedikit tanggapannya pada awak media.
Dalam kondisi tangan terborgol dan berbalut rompi oranye, Sofyan mengucapkan terima kasih dan meminta doa.
"Pokoknya ikutin proses, terima kasih ya, doain aja ya" ucap Sofyan singkat sebelum menaikki mobil tahanan di Gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (27/5/2019).
2. Kata pengacara
Soesilo Ariwibowo selaku pengacara Sofyan Basir menyayangkan penahanan kliennya oleh KPK.
Semula, ia berharap penahanan Sofyan dapat ditunda sehabis Idul Fitri yang jatuh di awal Juni 2019 nanti.
Namun, hal tersebut justru dilakukan sekarang.
"Pokoknya yang kami sayangkan terjadi penahanan itu sekarang," ungkapnya.
Soesilo menambahkan, sebelum ditahan, kliennya sempat dicecar sedikitnya empat pertanyaan oleh penyidik.
Pertanyaan tersebut berkisar soal pertemuan yang dilakukan Sofyan Basir dengan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, bos Blackgold Natural Resources Johannes Budisutrisno Kotjo, mantan Ketua DPR Setya Novanto, dan eks Menteri Sosial Idrus Marham.
Baca: Dirut PLN Nonaktif Sofyan Basir Tak Kunjung Datang, Penyidik Terus Menunggu
Baca: Penyidik KPK Jadwalkan Pemeriksaan Ulang Sofyan Basir Sebagai Tersangka di Kasus PLTU Riau-1
3. Pernyataan Juru Bicara KPK
Febri Diansyah yang merupakan juru bicara KPK menyampaikan, Sofyan akan menjalani penahanan perdana selama 20 hari ke depan.
Dirut PT PLN nonaktif tersebut akan menghuni rutan cabang KPK K4 di belakang Gedung Merah Putih KPK.
"SFB (Sofyan Basir) ditahan 20 hari pertama," ujar Febri kepada wartawan, Senin (27/5/2019).
4. Manajemen PT PLN
Terkait penahanan Sofyan Basir, manajemen PT PLN memastikan pelayanan listrik terhadap masyarakat terutama jelang Idul Fitri 1440 Hijriah aman.
Plh Executive VP Corporate Communication & CSR PLN Dwi Suryo Abdullah mengungkapkan telah mengerahkan tim siaga demi terjaminnya pasokan listrik di tanah air.
"Sehubungan dengan perkara ini, PLN menjamin bahwa pelayanan terhadap masyarakat akan berjalan sebagaimana mestinya terlebih menjelang Idul Fitri 1440 H," tutur Plh Executive VP Corporate Communication & CSR PLN Dwi Suryo Abdullah dalam keterangan resminya, Jakarta, Selasa (28/5/2019).
Sofyan Basir ditetapkan sebagai tersangka kasus suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Riau-1.
Ia diduga membantu mantan anggota Komisi VII DPR dari fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai USD 900 juta atau setara Rp 12,8 triliun.
Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek 'Independent Power Producer' (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 PT PLN.
Selain Sofyan Basir, sudah ada tiga orang lain yang dijatuhi hukuman.
Pertama, ada mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Ia divonis tiga tahun penjara ditambah denda Rp 150 juta subsider dua bulan kurungan.
Kedua adalah Eni Maulani Saragih yang divonis enam tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider dua bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 5,87 miliar dan SGD 40 ribu.
Terakhir, yaitu Johanes Budisutrisno Kotjo yang diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp 250 juta subsider enam bulan kurungan.
(Tribunnews.com/Fathul Amanah/Ilham Rian Pratama)