Pengamat pertahanan dan intelijen menyebut Budi Gunawan, Wiranto, Luhut Pandjaitan dan Gories Mere menjadi sasaran pembunuhan dalam kerusuhan 22 Mei lalu karena jabatan strategis dan selangkah lagi "menyentuh Jokowi".
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan empat pejabat yang menjadi target pembunuhan saat kerusuhan 22 Mei 2019 adalah Menko Polhukam Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.
Seorang pimpinan lembaga survei juga menjadi sasaran, kata Tito, meski ia enggan menyebutkan identitasnya.
"Dasar kami sementara ini hanya BAP (Berita Acara Pemeriksaan) ya. Berita acara itu resmi. Pro justitia, hasil pemeriksaan kepada tersangka yang sudah kita tangkap. Jadi bukan berdasar informasi intelijen, beda," kata Tito dalam konferensi pers di kantor Menko Polhukam (28/05).
"Yang jelas, kami selalu sejak awal, begitu ada informasi, selalu memberikan pengamanan dan pengawalan kepada yang bersangkutan," katanya.
Baca: Ini 7 Orang yang Ikut Rombongan Prabowo ke Dubai, Ada Warga Amerika dan Rusia
Baca: Tanggapi Curhat SBY, Fadli Zon: Saya Kena Bully Santai Aja Nggak Ada Tuh Saya Baperan
Baca: Suluh Kebangsaan Minta Polri Segera Ungkap Dalang Kerusuhan Aksi 21-22 Mei
Sebelumnya, pihak kepolisian mengungkapkan mereka telah menangkap enam orang yang diduga terlibat dalam rencana itu. Polisi juga menyita empat senjata dari kelompok itu.
Meski begitu, hingga kini, siapa dalang di balik gerakan tersebut belum diungkapkan polisi.
Tito mengatakan pihak kepolisian masih mencari pihak yang menggerakan massa untuk melakukan kerusuhan.
"Selangkah menyentuh Jokowi"
Peneliti pertahanan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhamad Haripin mengatakan Presiden Joko Widodo tidak menjadi sasaran utama karena sulit bagi kelompok itu untuk menembus pengamanan Paspampres yang ketat.
Sementara, kata Haripin, empat orang pejabat itu menjadi sasaran karena posisi mereka yang strategis dan penting di pemerintahan.
Posisi Budi Gunawan (BG), misalnya, kata Haripin sangat vital bagi suatu negara.
"Ada teori yang bilang intelijen itu garis pertama dari pertahanan. Jadi kalau ngejebol suatu negara dengan perang atau invasi, yang pertama dijebol dulu ya intelijen. Misalkan Pak BG 'kejadian', berarti rezim Jokowi (tinggal) beberapa langkah lagi menuju situasi kekacauan," kata Haripin.
Posisi Gories sebagai staf ahli presiden, kata Haripin, juga sama krusialnya.
Jika Gories menjadi korban, kata Haripin, itu akan mengirim sinyal yang sangat kuat pada pemerintahan Jokowi bahwa para lawan hanya tinggal selangkah lagi untuk 'menyentuh' Jokowi.
Friksi di tubuh purnawirawan TNI?
Haripin juga menyoroti kemungkinan adanya friksi pada tubuh TNI yang melatarbekalangi kasus ini, mengingat Luhut dan Wiranto adalah purnawirawan TNI.
Sebelumnya, Eks Danjen Kopassus Mayjen (Purn) Soenarko dituding terlibat dalam penyelundupan senjata api ilegal dari Aceh, yang diduga akan digunakan untuk demo tanggal 22 Mei.
Haripin menduga ada faktor persaingan antara Luhut dan Soenarko yang sama-sama berlatar belakang sebagai Danjen Kopassus.
Sementara, Haripin, juga menyorot pertikaian-pertikaian yang terjadi antara Wiranto dan Kivlan Zen, purnawirawan pendukung Prabowo, yang kini ditetapkan sebagai tersangka makar.
Baik kubu Jokowi dan Prabowo sama-sama didukung sejumlah purnawirawan.
Menurut Iqbal, pada 14 Maret 2019, tersangka HK menerima uang Rp150 juta, dan TJ mendapat bagian uang sebesar Rp25 juta Rupiah dari seseorang - yang identitasnya sudah dikantongi oleh kepolisian.
Selain Luhut dan Wiranto, Jokowi didukung purnawirawan lain, seperti Moeldoko.
Sementara, kubu Prabowo didukung Jenderal (Purn) Djoko Santoso hingga Laksamana TNI (purn) Tedjo Edhy Purdijatno.
Ia menyebut keberadaan purnawirawan di kedua kubu masih sangat berpengaruh.
Meski bukan lagi prajurit, Haripin mengatakan masih banyak purnawirawan yang menduduki posisi strategis baik di pemerintahan atau perusahaan.
Latar belakang mereka sebagai prajurit di orde baru, tambah Haripin, membuat para purnawan itu tetap ingin berperan dalam pemerintahan.
"Di satu sisi ada kepentingan politik, di sisi lain, kalau kita mau agak positif, mereka mempunyai romantisme ideologi masa lalu, terkait dwifungsi ABRI" kata Haripin.
Sementara, pengamat intelijen Stanislaus Riyanta mengatakan dia tidak melihat kasus ini terkait dengan pertentangan antar satuan.
"Saya lihat ini kelompok sakit hati, yang tidak suka Jokowi, dan menyasar orang-orang dekatnya Pak Jokowi," katanya.
Belum terungkap motifnya
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan motif rencana pembunuhan empat orang pejabat itu belum terungkap meski keenam tersangka tengah diperiksa.
"(Dari) enam pelaku itu, satu (adalah) koordinator lapangan, yang lima kaki tangan dan operator lapangan. Nanti kalau mengarah ke aktor intelektual baru akan terungkap semuanya," kata Dedi.
Ia mengatakan kelompok yang diduga akan mengeksekusi pejabat itu adalah kelompok tersendiri dan belum terlihat afiliasinya ke kelompok lain seperti misalnya, Gerakan Reformis Islam (Garis), yang berafiliasi dengan ISIS.
Dedi menyebut sebelum menangkap enam orang itu, polisi telah menangkap empat orang lainnya pada tanggal 18 hingga 19 Mei yang diduga akan mencari "martir" pada demo tanggal 21 dan 22 Mei.