TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah akhirnya merespon permintaan Referendum Aceh yang disuarakan oleh Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) dan Ketua DPA Partai Aceh (PA) Muzakir Manaf atau Mualem.
Menurut Mualem, Aceh meminta Referendum karena merasa Indonesia tidak jelas soal keadilan dan demokrasi.
Indonesia juga sudah diambang kehancuran dari sisi apa saja.
Pendapat itu disampaikan Mualem dalam sambutannya pada peringatan Kesembilan Tahun, wafatnya Wali Neugara Aceh, Paduka Yang Mulia Tgk Muhammad Hasan Ditiro dan buka bersama di salah satu Gedung Amel Banda Aceh, Senin (27/5/2019) malam.
Merespon itu Menteri Kordinador Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto meyakini ajakan referendum hanya sebatas wacana.
Dia juga menegaskan referendum tidak bakal terjadi.
"Tadi kami mengadakan pertemuan membahas masalah adanya gerakan referendum terutama di Aceh. Saya kira tidak ada (Referendum). Itu sebatas wacana," ucap Wiranto di kantornya, Jumat (31/5/2019).
Baca: BW Alami Tuna Sejarah, Tak Bisa Bedakan Pemilu Adil dan Jujur
Wiranto menuturkan Referendum dalam khasanah hukum di Indonesia sudah selesai dan tidak ada.
Baik TAP MPR maupun Undang-Undang yang membahas Referendum sudah ada pembatalan dan dicabut.
"Jadi ruang untuk Referendum dalam hukum positif di Indonesia sudah tidak ada, jadi tidak relevan lagi," tegasnya.
Bahkan menurut Wiranto, adanya upaya menyuarakan Referendum bisa juga dipicu karena Ketua Umum Partai Aceh Muzakir Manaf kalah dalam Pilgub dan kursi Partai Aceh jauh merosot.
"Mungkin ada kekecewaan karena Pilgub kalah dan Partai Aceh kursinya merosot ya. Kalau tidak salah Pemilu pertama dia ikut tahun 2009 itu kursinya 33. Lalu 2014 tinggal 29 dan sekarang kalau gak salah tinggal 18 kursi. Sangat boleh jadi karena pemilu," tambahnya.