TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti menilai perselisihan hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) yang sedang diproses oleh Mahkamah Konstitusi tidak bergantung banyaknya kutipan tokoh yang diajukan.
Hal tersebut disampaikannya menanggapi gugatan perselisihan hasil pemilu umum (PHPU) pilpres oleh tim hukum Prabowo-Sandi yang mengutip banyak pernyataan tokoh.
Menurutnya, kutipan itu tidak menjadi bukti yang kuat.
"Ini bukan soal banyak-banyakan kutipan, jadi saya sudah baca satu-satu perbaikan permohon tim 02. Dari poin 168-174, itu ada kutipan pakar-pakar, termasuk Saldi Isra yang sekarang jadi hakim MK. Bukan berarti banyak kutipan itu bagus karena yang kita bicarakan itu permohonan perkara, bukan skripsi atau makalah," katanya dalam sebuah diskusi bertajuk 'Sidang Sengketa Pilpres Dimulai: Akankah Politik Memanas Lagi?', di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (13/6/2019).
Baca: Jaksa Tuntut Dua Hakim PN Jaksel 8 Tahun Penjara
Untuk itu, kata Bivitri, tim hukum Prabowo-Sandi harus bisa membuktikan kutipan-kutipan yang digunakan tersebut bisa berdampak terhadap hasil gugatan di MK.
Ia juga menuturkan, sangat sulit bagi tim hukum Prabowo-Sandi untuk membuktikan sebuah kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dengan basis bukti kutipan-kutipan dari berita.
"MK itu sangat jarang memutus kecurangan terkait TSM. Saya melihat permohonan yang menggunakan link berita ini masih seperti makalah ya, jadi belum bisa dilihat apakah buktinya valid dan cukup," pungkasnya.