News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Festival Peh Cun, Potensi Wisata Kelas Dunia di Kota Tangerang

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Festival Peh Cun kembali digelar dipinggir Kali Cisadane, Kota Tangerang, Sabtu (15/6/2019). Festival tahunan itu dibuka oleh Wakil Wali Kota Tangerang, Sachrudin. (Istimewa)

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Festival Peh Cun kembali digelar dipinggir Kali Cisadane, Kota Tangerang, Banten, Sabtu (15/6/2019).

Festival tahunan tersebut dibuka Wakil Wali Kota Tangerang, Sachrudin.

Sachrudin menuturkan, Festival Peh Cun menjadi agenda wisata tahunan yang bisa dinikmati wisatawan baik lokal hingga nasional.

Setiap tahunnya, lanjutnya, festival ini menampilkan keanekaragaman potensi yang ada di Kota Tangerang.

Baca: Sederet Kesaktian Setya Novanto dengan Berbagai Ulah Kontroversial

Baca: Intip Sederet Foto Anggota Girl Squad di Acara Tunangan Jessica Iskandar

Baca: Unggahan Terbaru Agung Hercules yang Kini Sakit Glioblastoma Stadium 4, Banjir Doa dari Para Artis

Baca: Kisah Sedih Jerry Yan Ditinggal Menikah Setelah 17 Tahun Pacaran, Saya Berharap Ia Bahagia

Baca: Pensiunan PNS Tewas Terserempet Kereta Api Pasundan di Jalur Rel Burujul I

"Potret budaya dan potensi di Kota Tangerang, diantaranya ada di Festival Pehcun ini," jelas Sachrudin.

Festival Peh Cun menjadi daya tarik wisata tersebut memililki sejarah panjang.

Festival tersebut berawal dari seorang tokoh sejarah bernama Qu Yuan (340 SM – 278 SM) yang merupakan Sarjana Patriotik dan menteri di Negara Chu (Provinsi Hunan dan Hubei).

Qu Yuan disukai karena ia pandai bekerjasama secara diplomatik dengan kerajaan lain demi melawan agresi negara Qin.

Hingga suatu saat, ia difitnah dan dibuang ke pengasingan setelah menteri korup lainnya meyakinkan raja agar percaya terhadap tuduhan palsu yang menimpa Qu Yuan.

Tahun 278 SM, Qu Yuan mendengar bahwa pasukan Qin menyerbu Ying (ibukota Chu), ia menulis puisi Ratapan untuk Ying, lalu ia menenggelamkan diri di Sungai Miluo.

Ritual bunuh diri tersebut dilakukan untuk memprotes korupsi yang menyebabkan jatuhnya negara Chu.

Menurut cerita, penduduk desa pun berusaha mencari tubuhnya di sungai menggunakan perahu.

Mereka mendayung perahu sambil memukul drum untuk menakuti-nakuti ikan dan roh-roh jahat agar tidak mengganggu tubuh Qu Yuan.

Mereka juga melempar bungkus beras ke dalam sungai agar dimakan ikan dan ikan tidak memakan tubuh Qu Yuan.

Pelemparan bungkus beras itu juga dimaksudkan sebagai persembahan untuk roh Qu Yuan.

Hal ini memunculkan kebiasaan tradisional balap perahu naga dan makan kue beras pada peringatan kematian Qu Yuan yang jatuh setiap hari ke-5 bulan 5 kalender lunar Cina.

Kebiasaan tersebut terus dilestarikan masyarakat Cina yang merantau ke Jakarta.

Pada Tahun 1910, Sungai-Sungai Cisadane mendangkal sehingga mereka berinisiatif memindahkannya ke Sungai Cisadane.

Pada Tahun 1938, dibuatlah sepasang Perahu Naga oleh Lim Tiang Hoat di daerah Kedaung Barat.

Namun, pada tahun 1942 di masa kedatangan Jepang, Perahu Naga tersebut dibakar Jepang.

Perayaan ini pun sempat terhenti sejak tahun 1965 atau pada saat pemerintahan Orde Baru (Presiden Soeharto) berkuasa.

Baru pada tahun 2000, saat reformasi bergulir Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang menghidupkan kembali tradisi Peh Cun hingga sekarang, yang dikemas dengan festival.

Tradisi ini terlebih dahulu dilakukan oleh pengurus Klenteng Boen Tek Bio dengan lomba tangkap bebek dan memandikan telur. Baru setelah itu dilakukan oleh Pemkot Tangerang yang membawa peserta profesional.

Sementara itu, Ketua Panitia Festival Peh Cun, Edy Kurniawan, menjelaskan, Peh Cun tahun ini mengangkat tema Kejujuran dan Kesetiaan yang Tak Lekang oleh Waktu.

Di mana salah satu rangkaian acaranya yaitu Festival Cabai.
Berbagai Cabai ditampilkan, mulai dari Cabai yang kecil hingga besar, Cabai lokal hingga internasional.

Tidak lupa juga, Cabai tersebut dijadikan salah satu perlombaan, yaitu lomba Uleg Sambal.

"Cabai memberikan simbol kejujuran lewat rasa. Ketika memakan cabai maka pedaslah yang dirasakan, tidak ada manis atau rasa lainnya," tutur Edy.

Edy mengungkapkan, selain lomba perahu, Festival Cabai, juga membaca puisi, kuliner khas Tionghoa, dan sebagainya.

Edy menyebut, Festival Peh Cun berpotensi menjadi wisata kelas dunia yang menari wisatawan mancanegara jika dikelola dengan baik.

Dalam kesempatan ini hadir juga Andy F Noya atau yang biasa dikenal Kick Andy serta Bens Leo salah satu pengamat musik.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini