Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tersangka dugaan kepemilikan senjata api ilegal, Kivlan Zen, selesai menjalani pemeriksaan di Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Kuasa hukum Kivlan yakni Muhammad Yuntri mengatakan kliennya mendapatkan 23 pertanyaan dari penyidik terkait aliran dana dari tersangka percobaan pembunuhan Habil Marati.
"Tadi itu hanya konfirmasi tentang aliran dana. Ada 23 lebih kurang pertanyaan," ujar Yuntri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Yuntri membantah bahwa kliennya mendapatkan uang dari Habil untuk pembelian senjata api dan untuk perencanaan pembunuhan.
"Jadi, sudah kita bantah semua, tidak ada keterlibatan aliran dana yang mengarah kepada pembunuhan, pengadaan senjata. Tidak ada," tegas Yuntri.
Seperti diketahui, polisi telah menangkap dan menetapkan Habil Marati sebagai tersangka terkait kasus dugaan ancaman pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu bos lembaga survei.
Baca: Kivlan Zen Bungkam Setelah Diperiksa Polisi 9 Jam
Wadir Krimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ade Ary menyebut, Habil berperan sebagai pemberi dana sebesar Rp 150 juta kepada Kivlan Zen untuk keperluan pembelian senjata api.
"Tersangka HM ini berperan memberikan uang. Jadi uang yang diterima tersangka KZ (Kivlan Zen) berasal dari HM. Maksud tujuan untuk pembelian senjata api. Juga memberikan uang Rp 60 juta rupiah langsung kepada tersangka berinisial HK, untuk biaya operasional dan juga pembelian senjata api," kata Ade Ary di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2019).
Sejak kasus ini terungkap, nama Kilvan juga disebut-sebut memberikan perintah langsung para tersangka kasus penyeludupan senjata untuk membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
Enam tersangka yang telah ditahan juga sudah memberikan testimoni terkait dugaan adanya keterlibatan Kivlan Zen merancang pembunuhan terhadap empat tokoh nasional yang di antaranya Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, Menkopolhukam Wiranto, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere.