TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menko Polhukam Wiranto mengaku pihaknya sudah menerima surat permohonan perlindungan dari tersangka kasus dugaan kepemilikan senjata api ilegal dan pembunuhan berencana pada empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei, Kivlan Zen.
"Sudah ada, surat sudah masuk ke saya. Barangkali surat itu juga sudah masuk ke Kemenhan ya," ujar Wiranto, Senin (17/6/2019) di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta.
Wiranto melanjutkan sebagai Kemenkopolhukam yang adalah bagian dari pemerintah, menurutnya dia tidak mungkin untuk mengintervensi hukum.
"Tidak mungkin saya mengintervensi hukum. Hukum tetap berjalan tidak bisa diintervensi oleh siapapun. Hukum punya wilayah, aturan dan Undang-Undang sendiri maka hukum tetap hukum berjalan sampai tuntas," tutur Wiranto.
Sehingga diungkapkan Wiranto apabila ada keinginan agar dirinya mengintervensi hukum guna mendapat keringanan ataupun penjelasan yang bersifat profesional tentu tidak mungkin.
"Kembali lagi bahwa saya tidak mungkin mengintervensi hukum bahkan siapapun karena negeri kita memang aturannya seperti itu. Biarkan hukum terus berjalan nanti keringanan pengampunan ada di ujung pada saat nanti ada keputusan hukum," tegasnya.
Untuk diketahui surat permohonan permintaan perlindungan hukum dan jaminan penangguhan dikirimkan oleh kuasa hukum Kivlan Zen, Tonin Tachta tidak hanya pada Wiranto tapi juga ke pihak lainnya seperti Menteri Pertahanan (Menhan), Pangkostrad, Kepala Staf kostrad dan Danjen Kopassus pada tanggal 3 Juni 2019.
Menurut Polisi, peran Kivlan Zen terungkap dari keterangan para saksi, pelaku hingga barang bukti.
Kivlan Zen diduga berperan memberi perintah pada tersangka HK dan AZ untuk mencari eksekutor pembunuhan.
Kivlan Zen memberikan uang Rp 150 juta pada HK untuk membeli beberapa pucuk senjata api.
Dia juga diduga berperan menetapkan target pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
Mereka yakni Menko Polhukam Wiranto, Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan, Kepala BIN Budi Gunawan dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere serta satu pimpinan lembaga survei, Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya.