TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polemik seputar sistem zonasi sekolah yang digagas oleh Kemendikbud RI terus mencuat di masyarakat.
Karena itu hari ini Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) mengadakan diskusi “Sistem Zonasi: Polemik dan Manfaatnya” di Gado-Gado Boplo, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (21/06/2019).
Narasumber dalam diskusi ini di antaranya Doni Koesoema A (Pengamat Pendidikan Universitas Multimedia Nusantara), Abdullah Sumrahadi (Pengamat Kebijakan Publik Universitas Krisnadwipayana), dan Kosman Komar (Orangtua Murid dari Yayasan Cahaya Guru), dan dipandu oleh Hamzah Fansuri dari JIB.
Doni Koesoema A, dalam diskusi ini menilai sistem zonasi berbeda dengan sistem rayon. Karena rayon berdasarkan kesepakatan, tetapi nilai yang diutamakan dan belum ada keadilan bagi anak dari keluarga miskin.
“Kebijakan zonasi adalah langkah awal untuk membuka akses pendidikan bagi keluarga miskin dan keluarga pas-pasan serta kemampuan yang pas pasan dalam sekolah yang bagus. Masalahnya, didaerah banyak kepala daerah membuat kebijakan masing-masing. Padahal daerah hanya diperbolehkan mengatur dan menetapkan daerah zonasinya,” ungkap Doni.
Doni menegaskan, pemerintah pusat harus tegas kepada pemerintah daerah. Pemetaan yang baik diperlukan dalam sistem zonasi.
“Kebijakan zonasi tidak terbatas perubahan peserta didik, melainkan sarana dan prasarana di sekolah dan rotasi guru. Harapannya sistem zonasi, guru harus dapat merangkul anak-anak yang lambat, tidak memperdulikan status sosial siswa. Sarana dan prasarana harus standar. Konsep berkeadilan sosial, harus memperhatikan kebijakan anggaran kementerian," jelasnya.
Harus dipastikan seluruh pemerintah daerah seragam menerapkan kebijakan ini, tidak ada pembedaan kebijakan, tambah Doni, dampak masih belum jelas, karena masing-masing pemda belum menjalankan prinsip yang ada di kemendikbud.
“Jika sudah dilakukan penerapan seragam dalam tiap daerah baru dapat dilakukan penelitian dampak zonasi tersebut. Pemerintah harus punya kredibilitas terhadap kebijakan yang dibentuk. Sosialisasi dengan pemerintah daerah sangat diperlukan agar mengurangi perbedaan. Harus adanya kolaborasi antar kementerian supaya selaras dalam memenuhi akses pendidikan,” pungkasnya.
Deklarator JIB Abdullah Sumrahadi mengatakan kebijakan zonasi adalah wujud pemerataan pendidikan yang perlu didukung agar setiap sekolah maju dan berkembang bersama.
“Kebijakannya sudah sesuai Nawacita jilid II maka perlu dukungan daerah provinsi di seluruh Indonesia. Hal ini harus disertai perubahan paradigma masyarakat terkait hak akses pendidikan yang menjadi kewajiban negara. Ini kan berlaku untuk sekolah negeri saja karena tanggungjawab negara," ungkapnya.
Namun menurut Abdullah, memang masih perlu perbaikan sosialisasi ke masyarakat supaya tidak salah paham.
“Kebijakan Mendikbud ini merupakan teroboson yang berani namun jangan sampai dikalahkan oleh ketidakpahaman publik” tegas Abdullah Sumrahadi yang juga Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Krisnadwipayana ini.
Abdullah menambahkan, pemerintah sudah menjalankan satu perjalanan panjang untuk membenahi pendidikan.
Jadi, diharapkan masyarakat dapat mendukung kebijakan, menanggapi secara positif atas kritik yang ada terkait kebijakan tersebut.
Selain Abdullah dan Doni, dalam diskusi Zonasi ini juga hadir pembicara dari orang tua murid, Kosman Karman dari Yayasan Cahaya Guru. Menurut Kosman, secara makro sistem zonasi akan mengubah dalam banyak hal.
“Dengan adanya sistem zonasi anak-anak kita tak akan tercerabut dari budaya lokalnya" ungkap Kosman.
Namun menurutnya hal-hal teknis pengimplementasian yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah.
“Dari sisi orang tua hanya perlu kepastian pelayanan. Peran pemerintah daerah untuk mengawal kebijakan pemerintah pusat untuk mengikis permasalahan pendidikan. Dengan zonasi, konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara harus menjadi satu kesatuan. Jauhnya lokasi pendidikan dapat mempengaruhi keserabutan waktu yang dipunya. Zonasi sangat memudahkan terutama bagi anak-anak PAUD, SD, SMP,” jelasnya.
Kosman menambahkan, permasalahan utama sering kali terjadi pada teknis implementasi. Sinkronisasi kebijakan pusat dengan pemda agar mempermudah proses zonasi.
“Harapan saya media dapat membantu sosialisasi sistem zonasi ini untuk mengedukasi publik bukan membesarkan masalah," pungkasnya.